Sejarah Ganja
Referensi mengenai tanaman ganja (cannabis) tercatat dalam naskah Cina sejak awal 2700 SM. Penjelajah Eropa pertama kali memperkenalkan ganja ke dunia pada tahun 1545. Tanaman ini dianggap sangat bermanfaat oleh pemerintah kolonial Jamestown awal tahun 1607 dan mulai dibudidayakan. Di Virginia, petani didenda karena tidak mau menanam ganja. Pada tahun 1617 ganja mulai diperkenalkan ke Inggris. Dari abad ketujuh belas hingga ke pertengahan abad kedua puluh ganja dianggap sebagai obat rumah tangga yang berguna untuk mengobati penyakit seperti sakit kepala, kram menstruasi, dan sakit gigi. Dari tahun 1913-1938 jenis ganja yang lebih kuat dibudidayakan oleh perusahaan-perusahaan obat Amerika untuk digunakan dalam produk obat mereka. Ganja jenis itu disebutCannabis americana.
Sebelum tahun 1910, perdagangan ganja dan hasish (bagian yang dihasilkan dari bunga) cukup terbatas. Namun, setelah Revolusi Meksiko, perdagangan obat-obatan lebih terbuka, ini mengakibatkan pertumbuhan dan pengangkutan obat-obatan menjadi lebih mudah dan lebih menguntungkan. Bisnis ini diperluas hingga mencapai pelabuhan New Orleans, di mana waktu itu ganja dijual di pasar gelap untuk penduduk lokal. Tak lama kemudian tren penggunaan ganja sebagai obat menjadi populer.
Ganja segera menjadi populer terutama pada turunan ganja yg kuat seperti: hasish, charas, ghanja, dan bhang. Para musisi mengatakan bahwa merokok ganja dapat memberikan mereka inspirasi yang dibutuhkan untuk memainkan musik mereka. Ada yang mengatakan bahwa ganja bisa memberi mereka visi kontemplatif dan perasaan kebebasan dan semangat yang luar biasa. Selain itu ganja juga di gunakan sebagai obat penghibur atau entertainment. Akhirnya penggunaan ganja, alkohol, dan obat-obatan yang lain menjadi lazim di kota-kota besar di seluruh dunia, seperti Chicago, New York, London, dan Paris.
Banyak entertainers dan musisi Jazz pada jaman itu yang menggunakan narkoba dan alkohol dan mereka sangat tergantung pada gangster (bandar narkoba) saat mereka manggung. Para gangster ini mampu memberikan berbagai obat dan alkohol untuk para pemain dan staf mereka secara gratis.
Di tahun 1920, sebagai hasil dari perubahan amandemen yang melarang penggunaan minuman beralkohol (Prohibition), penggunaan ganja sebagai obat psikoaktif mulai tumbuh. Bahkan setelah pencabutan larangan tersebut tahun 1933, ganja masih digunakan secara luas, seperti juga morfin, heroin, dan kokain. Pada tahun 1937, ke-46 negara bagian US melarang penggunaan ganja bersama dengan obat-obatan narkotika lainnya. Akan tetapi persepsi yang populer adalah ganja tidak adiktif seperti narkotika. Ganja diklasifikasikan sebagai obat yang mengubah suasana hati, persepsi, dan image, bukan sebagai obat narkotika. Ganja masih dianggap sebagai obat-obatanSchedule I, yang berarti ganja dianggap sebagai obat yang berbahaya tanpa ada penggunaan medis. Akhirnya setelah itu rancangan UU diusulkan untuk kembali mengklasifikasikan ganja sebagai obat Shedule II , yaitu sebagai obat berbahaya dengan penggunaan medis yang terbatas.
Pada tahun 1960-an ganja digunakan secara luas oleh generasi muda dari semua kelas sosial. Diperkirakan bahwa pada tahun 1994, 17 juta orang Amerika telah menggunakan ganja, dan sekitar 1,5 juta orang Amerika menghisap ganja secara teratur. Kehadiran strain ganja yang lebih kuat telah memperluas perdebatan antara penegak badan pengawas obat dan para pendukung dekriminalisasi ganja. Mereka berpendapat, ganja tidak dalam kelas yang sama seperti obat-obatan lain yang memang lebih adiktif. Pendapat yang lain menyatakan bahwa ganja adalah pintu gerbang “gateaway” untuk obat-obatan yang lebih keras dan karena itu hukum terhadap penggunaan dan distribusi harus tetap berlaku.
Sejak tahun 1976 undang-undang memungkinkan penggunaan ganja secara terbatas untuk keperluan medis (Medical Marijuana) yang telah diberlakukan di 35 negara bagian (pada tahun 2003 beberapa undang-undang tersebut telah berakhir atau secara khusus tidak diperpanjang oleh legislator negara bagian). Pada tahun 2002 ada upaya luas untuk dekriminalisasi pengguna ganja di Canada dan Britania Raya. Di Amerika Serikat, hampir semua level di tingkat negara bagian mereformasi hukum obat-obatan yang dianggap tidak efektif dengan melakukan over-riding pada hukum obat federal. Meskipun demikian, sejak 1996 delapan negara bagian telah memberlakukan berbagai upaya hukum yang secara efektif memungkinkan penggunaan medical marijuana yang terbatas dan terkendali. Akan tetapi di beberapa negara bagian tersebut, dokter dan pasien medical marijuana kemungkinan masih menghadapi tuntutan pidana federal.
Pada bulan Mei 1999, National Institutes of Health (NIH) mengeluarkan kebijakan yang menggambarkan perlunya penelitian lebih lanjut dalam penggunaan ganja untuk perawatan medis. NIH berpendapat bahwa penggunaan ganja untuk alasan medis harus melibatkan analisa mengenai manfaat penggunaan serta potensi risiko yang akan timbul.
Sejumlah inisiatif legalisasi ganja, mulai dari legalisasi untuk penggunaan pribadi terbatas sampai kemungkinkan para petani untuk menanam ganja yang menghasilkan non-psikoaktif ganja telah ditolak oleh para pemilih dalam beberapa tahun terakhir. Pada bulan November 2002, tiga proposal reformasi yang diusulkan di Nevada, South Dakota, dan Arizona dikalahkan oleh pemilih di negara-negara bagian tersebut. Para pendukung legalisasi ganja mengutip resolusi “tidak mengikat” di San Francisco dan Massachusetts yang mendorong pemerintah lokal dan legislator negara untuk mengembangkan strategi dekriminalisasi sebagai bukti kepentingan masyarakat dalam mereformasi hukum ganja. Para pendukung reformasi hukum ganja juga terus menegaskan bukti jajak pendapat yang menunjukkan sebagian besar masyarakat mendukung legalisasi ganja untuk keperluan medis.
Fakta vs Mitos Ganja
Masyarakat Indonesia pada umumnya tidak mengetahui dengan pasti apa sebenarnya akibat yang ditimbulkan dari penggunaan ganja atau marijuana. Mereka tidak pernah mendapatkan informasi yang benar dan jujur mengenai efek dari zat yang terkandung dalam ganja. Informasi yang mereka peroleh umumnya bersumber dari suatu penelitian ilmiah yang tidak lengkap dan hanya sepihak. Banyak informasi yang keliru yang bisa kita temukan dari hasil penelitian tersebut. Sayangnya hukum dan undang-undang juga turut ambil bagian dari kekeliruan ini, sehingga vonis yang dikenakan bagi orang yang kedapatan memiliki ganja amat sangat berat dan sangat tidak adil. Hukuman yang diterima atas kepemilikan ganja lebih berat jika dibandingkan dengan dampak dan akibat yang ditimbulkan atas penggunaan ganja.
Ada banyak mitos yang keliru dan sangat menyesatkan di seputar tanaman ganja ini. Mitos yang negatif terhadap tanaman ganja telah lama menghantui alam pikiran masyarakat di Indonesia, bahkan di dunia. Oleh karena itulah maka ganja atau cannabis atau marijuana menjadi momok menakutkan yang kerap menghantui pikiran tiap orang apabila mendengarnya, terutama bagi orang tua yang memiliki anak-anak remaja yang baru tumbuh dewasa. Mereka takut jika anak, saudara, atau teman mereka terkena pengaruh untuk mengkonsumsi ganja.
Dari beberapa penelitian ilmiah di bawah ini (disertai dengan referensi) terbukti bahwa ganja bukanlah sesuatu yang berbahaya seperti apa yang diketahui masyarakat selama ini. Berikut ini adalah beberapa bukti ilmiah yang mengungkapkan FAKTA yang sebenarnya dan sekaligus membantah anggapan yang salah selama ini.
Kegunaan Medis
SEJARAH PENGGUNAAN MARIJUANA SEBAGAI OBAT.
Cannabis pertama kali diketahui dapat digunakan untuk pengobatan yaitu dalam terapi pharmacopoeia di negeri Cina yang di sebut Pen Ts’ao. Pharmacopoeia adalah sebuah buku yang berisi daftar obat-obatan serta cara persiapan dan penggunaannya. Cannabis disebut sebagai “Superior Herb” oleh Kaisar Shen Nung (2737-2697 SM), yang diyakininya sangat manjur dan mujarab. Cannabis direkomendasikan sebagai pengobatan untuk berbagai penyakit umum. Sekitar periode yang sama di Mesir, ganja digunakan sebagai pengobatan untuk sakit mata. Ramuan ini digunakan di India dalam upacara budaya dan agama, dan dicatat dalam kitab suci teks Sansekerta sekitar 1.400 SM. Ganja dianggap sebagai ramuan kudus dan ditandai sebagai ” soother of grief ” atau ” the sky flyer,” dan “surga orang miskin.” Berabad-abad kemudian, sekitar 700 SM, orang-orang bangsa Asyur menggunakan ramuan yang mereka sebut Qunnabu yang digunakan sebagai dupa. Orang Yunani kuno menggunakan ganja sebagai obat untuk mengobati peradangan, sakit telinga, dan edema (pembengkakan bagian tubuh karena pengumpulan cairan). Tak lama setelah 500SM seorang sejarawan dan ahli geografi, Herodotus mencatat bahwa masyarakat Scythians menggunakan ganja untuk menghasilkan linen yang halus. Mereka juga menyebutnya sebagai rempah Cannabis dan menggunakannya dengan cara menghirup uapnya yang dihasilkan ketika dibakar. Pada tahun 100 SM bangsa Cina telah menggunakan ganja untuk membuat kertas.
Budidaya ganja serta penggunaannya bermigrasi dan bergerak ke berbagai pedagang dan pelancong. Pengetahuan mengenai nilai herbal ini menyebar ke seluruh Timur Tengah, Eropa Timur, dan Afrika. Sekitar tahun 100 sesudah masehi, Dioscorides, seorang ahli bedah di Legions Romawi di bawah Kaisar Nero, menamakan rempah ini dengan nama Cannabis sativa herbal dan tercatat penggunaannya untuk berbagai obat. Pada abad kedua, dokter dari negeri Cina yang bernama Hoa-Tho, menggunakan ganja dalam prosedur pembedahan yang di sesuaikan pada sifat analgesik nya. Di India kuno, sekitar tahun 600, penulis Sansekerta mencatat resep untuk ” pills of gaiety” atau “pil keriangan”, yaitu suatu kombinasi antara ganja dan gula. Pada tahun 1150, umat Islam telah menggunakan serat ganja dalam produksi kertas pertama di Eropa. Ini adalah penggunaan ganja sebagai sumber terbarukan yang tahan lama untuk serat kertas yang berlanjut hingga 750 tahun berikutnya.
Pada sekitar tahun 1300-an, pemerintah dan otoritas agama khawatir tentang efek psikoaktif pada masyarakat yang mengkonsumsi ramuan ganja tersebut dan berusaha menempatkan pembatasan keras terhadap penggunaannya. Emir Soudon Sheikhouni dari Joneima mengatakan bahwa ganja dilarang digunakan oleh orang miskin. Dia menghancurkan tanaman dan memerintahkan pelanggaran penggunaan ganja. Pada 1484, Paus Innosensius VIII melarang penggunaan Hashish, yaitu suatu bentuk concentrated dari ganja. Budidaya Cannabis terus berlanjut karena nilai ekonomisnya yang tinggi. Sedikit lebih dari satu abad kemudian, Ratu Inggris Elizabeth I mengeluarkan dekrit yang memerintahkan agar pemilik tanah yang memegang enam puluh hektar ladang ganja atau lebih harus membayar denda.
Kegunaan Medis Tanaman Ganja
Tanaman ganja secara keseluruhan, termasuk kuncup, daun, biji, dan akar, semuanya telah digunakan sebagai ramuan obat sepanjang sejarah. Meskipun batasan hukum yang tegas dan hukuman pidana berat untuk penggunaan terlarang, ganja semakin banyak digunakan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, baik untuk sifat-sifatnya mengubah suasana hati dan penerapannya sebagai obat-obatan yang telah terbukti. Diskusi mengenai manfaat ganja dari segi keamanan dan efektivitas sangat bermuatan politis.
Marijuana telah terbukti sebagai obat analgesik, anti muntah, anti-inflamasi, penenang, anticonvulsive, dan tindakan pencahar. Studi klinis telah menunjukkan efektivitas ganja dalam mengurangi mual dan muntah setelah kemoterapi untuk pengobatan kanker. Tanaman ini juga telah terbukti mengurangi tekanan intra-okular di mata sebanyak 45%, dalam pengobatan glaukoma. Cannabis telah terbukti sebagai anticonvulsive, dan dapat membantu dalam merawat penderita epilepsi. Penelitian lain telah mendokumentasikan sebuah in-vitro efek penghambat tumor THC. Marijuana juga dapat meningkatkan nafsu makan dan mengurangi rasa mual dan telah digunakan pada pasien AIDS untuk mencegah penurunan berat badan serta efek lain yang mungkin timbul dari penyakit ini. Dalam sebuah studi penelitian beberapa kandungan kimia dari ganja menampilkan aksi antimikroba dan efek antibakteri. Komponen CBC dan d-9-tetrahydrocannabinol telah terbukti dapat menghancurkan dan menghambat pertumbuhan bakteri streptokokus dan staphylococci.
Ganja mengandung senyawa kimia yang dikenal sebagai canabinoid. Jenis canabinoid yang berbeda-beda memiliki efek yang berbeda pula pada tubuh setelah di konsumsi. Penelitian ilmiah mengindikasikan bahwa zat ini mempunyai nilai potensi terapi untuk menghilangkan rasa sakit, kontrol mual dan muntah-muntah, serta stimulasi nafsu makan. Zat aktif utama ganja yang teridentifikasi sampai saat ini adalah 9-tetrahydro-cannabinol, yang dikenal sebagai THC. Bahan kimia ini kemungkinan mengandung sebanyak 12% dari bahan kimia aktif dalam ramuan, dan memberikan pengaruh sebanyak 7-10% dari akibat yang di timbulkan seperti rasa gembira, atau “high” yang dialami saat mengkonsumsi ramuan ganja. Kualitas ramuan “euforia” ini tergantung pada saldo bahan aktif lain dan kesegaran bahan ramuan. THC ter-degradasi ke komponen yang dikenal sebagai cannabinol, atau CBN. Kimia aktif ini relatif tidak menonjol dalam ganja yang telah disimpan terlalu lama sebelum digunakan. Komponen kimia lain, cannabidiol, atau dikenal sebagai CBD, memiliki efek sedatif dan analgesik ringan, dan memberikan kontribusi ke somatic heaviness yang kadang-kadang dialami oleh pengguna ganja.
Pelarangan/prohibition
Sebelum adanya larangan, ganja direkomendasikan untuk pengobatan gonore, angina pektoris (konstriksi nyeri di dada karena darah tidak cukup untuk jantung), dan cocok untuk mengatasi tersedak. Ganja juga dapat digunakan untuk mengatasi insomnia, neuralgia, reumatik, gangguan pencernaan, kolera, tetanus, epilepsi, keracunan strychnine, bronkitis, batuk rejan, dan asma. Kegunaan lain adalah sebagai phytotherapeutic (nabati terapeutik) termasuk pengobatan borok, kanker, paru-paru, migrain, penyakit Lou Gehrig, infeksi HIV, dan multiple sclerosis.
Kebijakan pemerintah federal Amerika Serikat melarang dokter menggunakan resep ganja, bahkan untuk pasien sakit serius karena alasan efek samping yang mungkin diakibatkan dari efek adiktif cannabis yang berbahaya. Jaksa Agung AS Janet Reno memperingatkan bahwa para dokter di setiap negara yang memberikan resep ganja pada pasiennya akan kehilangan hak untuk menulis resep, kecuali dari Medicare dan Medicaid dan bahkan dituntut sebagai kejahatan federal, menurut sebuah editorial 1997 dalam Jurnal Kedokteran New England.
Kegunaan Industri
Dalam menjalankan kegiatan industri kita membutuhkan sumber daya alam yang terbaik. Dengan sumber hasil alam yang baik, kita dapat menciptakan produk yang kuat dan tahan lama. Salah satu bahan kebutuhan industri yang paling dominan adalah serat/fiber. Kebutuhan akan serat yang kuat sangat penting untuk meningkatkan hasil industri dengan kualitas produk yang tinggi. Banyak macam-macam jenis serat, tetapi serat yang bermutu tinggi hanya dapat di peroleh dari tumbuhan yang memang menghasilkan kualitas maksimum serat di dalamnya. Dalam hal ini tanaman cannabis memiliki semua itu. Jenis pohon cannabis yang biasa di gunakan untuk industri di sebut hemp, yaitu sejenis genus cannabis yang memiliki kadar THC yang rendah. Jenis ini sedikit mengandung zat psikoaktif dan tidak menimbulkan efek fisik atau psikologis. Hemp mengandung THC di bawah 0,3%, sedangkan cannabis bisa mencapai 6% sampai 20%.
Selain untuk kebutuhan bahan baku produksi, hemp juga dapat di gunakan sebagai bahan makanan, minyak dan bahan bakar. Keuntungan penggunaan hemp sebagai bahan baku industri telah terbukti secara ilmiah.
Berbagai Macam Keuntungan Industri Hemp
Tiga komponen utama industri hemp adalah hemp seeds (biji-bijian), fiber (serat), dan hurds (kain, tekstil). Hemp berpotensi menguntungan jika di gunakan dalam industri. Seperti:
SEED
Benih atau biji hemp (hempseed) mengandung nutrisi yang tinggi dan baik untuk di konsumsi sebagai bahan makanan bergizi bagi manusia. Selain itu hasil dari minyak hempseed dapat di produksi untuk membuat sabun, kosmetik, cat, pernis, dll.
A. Makanan
Hemp Oil atau minyak hemp banyak mengandung nilai asam lemak tak jenuh ganda (PUFA). Sekitar 80% dari hempseed oil memiliki konsentrasi yang sangat tinggi dari total PUFA yang sebagian besar adalah dua asam lemak esensial (EFA), yaitu asam linoleat (omega-6) dan asam alfa-linolenat (omega-3). Ini berimbang dengan ratio EFA yang erat hubungannya dan sesuai dengan kebutuhan gizi manusia. Hemp oil cocok digunakan untuk berbagai bahan makanan, suplemen dan produk perawatan pribadi. Nilai tambah hemp oil adalah adanya asam lemak langka dan asam gamma-linolenat (GLA) yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit seperti neurodermatitis, arthritis dan sindrom pramenstruasi.
B. Chemical
Seperti flaxseed oil (disebut juga dengan istilah minyak linseed oil) atau cottonseed oil (minyak biji kapas), minyak hempseed dapat diolah menjadi sejumlah produk berharga seperti biodiesel, sabun, kosmetik, cat pernis, dll.
FIBER
Serat alami yang tahan lama dari batangnya dapat digunakan untuk bahan tekstil seperti pakaian, kanvas, tali, dan untuk kertas grade arsip. Serat komposit fiber dapat menggantikan serat fiber yang beracun (fiberglass) dan bahan bangunan yang dibuat dari plastik daur ulang.
A. Tekstil, tali pengikat dan pemintal.
Kekuatan daya serap dan kenyamanan serat hemp tak tertandingi oleh serat alam lainnya. Secara historis, tali yang terbuat dari hemp dan kanvas secara ekstensif digunakan pada kapal berlayar besar karena kekuatan dan ketahanannya terhadap pembusukan air garam. Merek jeans terkenal “Levis” pernah mendapat reputasi atas kekuatan dan ketahanannya ketika dibuat dari bahan kanvas hemp.
Saat ini industri tekstil hemp semakin dipandang sebagai alternatif yang ramah lingkungan dan mendominasi pasar serat alternative yang alami untuk busana dan pakaian jadi. Karena porositas dan daya serapnya yang tinggi, tenunan kain hemp sangat baik dalam proses pencelupan dan kompatibel dengan mineral alami untuk pewarna berbasis pabrik. Sekarang ini, mulai dari popok bayi sampai bed-sheet tersedia dari bahan hemp atau campuran hemp dan kain. Produsen besar seperti Nike, Two-Star Dog, Indigenous Designs, Artisan Gear dan merk lainnya menikmati kesuksesan mereka dengan berbagai produk tekstil hemp.
B. Composite Fibers
Campuran serat alam sekarang muncul sebagai alternatif yang realistis untuk campuran wood-filled dan glass-reinforce, terutama di mobil. Keduanya dapat memberikan performa yang sama pada bobot yang lebih rendah, atau menjadi 25-30% lebih kuat pada berat yang sama. Lebih dari itu, kedua serat tersebut menunjukkan sifat yang tidak mudah patah (getas) yang aman terhadap benturan, baik untuk pelapis ruang kamar penumpang kereta api.
Industri kedirgantaraan juga tertarik pada serat alami ini karena dapat mengurangi toksisitas zat sintetik apabila terbakar. Di tengarai bahwa banyak orang tewas dalam kecelakaan pesawat terbang justru karena menghirup uap dari zat-zat beracun yang terbakar.
HURDS
Dari inti batang kayu dan sebagian besar tangkainya dapat digunakan untuk membuat kertas, tempat tidur hewan, minyak penyerap, amandemen tanah, bahan kimia, plastik, dan bahan bakar (etanol, metan, co-menembak dengan batubara), dan lain sebagainya.
A. Kertas
Selama pengolahan hemp, sejumlah besar bahan limbah yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan kertas. Pada tahun 1916 USDA menerbitkan sebuah laporan berjudul “Hemp Hurds Sebagai Bahan Pembuatan Kertas” di mana penulis menggunakan metode kimia pulping untuk mengurangi bahan untuk serat. Setelah pemutihan berikutnya, bahan itu dibentuk ke dalam kertas.
Kertas yang dihasilkan memiliki kualitas yang cukup untuk memenuhi spesifikasi standar dari US Government Printing Office. Bahkan, kekuatan dan ketahanannya melebihi bahan berbasis kayu khas yang diproduksi pada saat itu. Hasil serat dari hurds berkisar antara 35 dan 44%, yang ketika dikoreksi untuk berat kotor, sesuai dengan hasil 38-47%. Sebuah analisis kimia dari hurds menunjukkan jumlah selulosa 55% dan lignin 25%, mirip dengan kayu keras pada umumnya. Dengan proses optimasi yang modern, kemungkinan bahwa hasil serat fiber akan mendekati 50%.
Nilai dari bast fiber (serat kulit pohon) sebagai komponen dalam pulp diakui secara luas. Hasil analisa pada bast fiber menunjukkan bahwa serat ini terdiri dari 70% selulosa dan 8% lignin. Mengingat bahwa bahan kimia ini sangat berbeda dari hurds, kemungkinan harus diproses secara terpisah yang kemungkinan akan memiliki rendemen 70% pada serat. Jika salah satunya berbobot rata-rata 50% untuk hurds dan 70% untuk bast fibers, diperoleh nilai 55% dari hasil serat batang hemp basah.
B. Plastik
Hemp Hurds juga berfungsi sebagai sumber bahan bakar terbarukan untuk produksi plastik, dan jauh lebih bersih dan lebih menarik daripada petroleum.
C. Fuels
Penggunaan hemp hurds sebagai bahan bakar biomassa untuk produksi adalah menarik dengan sejumlah alasan. Produksi bahan bakar biomass, pakan ternak dan bahan kimia industri secara ekonomis lebih kompetitif, misalnya:
Bahan kimia yang dihasilkan dari biomassa semuanya oxygenates, yang mana sulit untuk diproduksi dari oksigen bebas petroleum. Penggabungan oksigen ke dalam petroleum dapat meningkatkan risiko ledakan, tidak sesuai dengan keamanan yang terdapat pada oxygenates biomassa.
Campuran bahan bakar alkohol dapat ditambahkan langsung ke bahan bakar motor. Campuran bahan bakar tersebut merupakan oksigenasi alternatif untuk membuat pembakaran bersih pada bahan bakar. Hal ini menarik mengingat peraturan mengenai larangan baru di California pada methyl tertiary butyl ether (MTBE) yang telah terkontaminasi pada air tanah.
Biomassa bahan bakar yang diturunkan tidak memberikan kontribusi terhadap pemanasan global karena siklus karbon dioksida tersebut, CO2 yang dilepaskan ke atmosfir selama pembakaran biomassa diimbangi oleh CO2 yang diambil dari atmosfer (melalui fotosintesis) oleh tanaman yang digunakan untuk membuat biomassa.
GANJA VS ALKOHOL
Alkohol merupakan salah satu narkotika yang paling berbahaya, hanya dalam waktu 10 kali mengkonsumsi alkohol, seseorang sudah dekat dengan kematian. Sedangkan ganja – jika disebut narkotika – membutuhkan dosis ribuan kali untuk dapat membawa pemakainya pada kematian. Sebenarnya kata “ribuan kali” itu hanya istilah teoritis saja, karena tidak pernah ada kasus yang tercatat akibat overdosis ganja. Sumber: Scientific American (Majalah Sigma Xi, Scientific Research Society). Gable, Robert, Mei-Juni’06.
Ada ratusan lebih kematian akibat overdosis alkohol setiap tahun, namun tidak pernah ada kematian akibat overdosis ganja dalam sejarah. Konsumsi alkohol juga merupakan penyebab langsung puluhan ribu kematian di Amerika Serikat setiap tahunnya.
KEBIJAKAN GANJA
Harrison Narcotics Tax Act 1914
Harrison Narcotics Tax Act 1914 adalah undang-undang Federal yang mengatur dan menetapkan pajak produksi, impor, dan distribusi opiat. UU tersebut diusulkan oleh Francis Burton Harrison, perwakilan dari New York dan disetujui pada tanggal 14 Desember 1914.
Harrison Narcotics Tax Act 1914 mendaftarkan dan mengenakan pajak khusus pada semua orang yang memproduksi, mengimpor, berurusan dengan, mengeluarkan, menjual, mendistribusikan, atau memberikan opium atau daun koka, garamnya, turunan, atau persiapan, dan untuk tujuan lain. Pengadilan mengartikan UU ini memperbolehkan dokter meresepkan narkotika pada pasien dalam pengobatan normal, tetapi tidak untuk pengobatan kecanduan.
Meskipun secara teknis tujuan distribusi dan penggunaan masih ilegal, namun penjualan dan penggunaan kokain legal bagi perusahaan atau individu yang terdaftar.
Latar Belakang Internasional.Setelah perang Spanyol-Amerika yang dimenangkan Amerika dengan merebut Filipina dari tangan Spanyol, pada saat itu kecanduan opium merupakan masalah besar yang terjadi pada penduduk sipil di Filipina. Ini merupakan masalah sosial yang serius yang tengah berkembang di daratan Amerika Serikat, terutama di kalangan imigran keturunan Cina.
Charles Henry Brent adalah seorang uskup Episkopal Amerika yang menjabat sebagai Uskup Misionaris di Filipina pada awal tahun 1901. Ia membentuk Komisi Penyelidik yang dikenal dengan nama “Komisi Brent” yang bertujuan memeriksa alternatif system lisensi bagi pecandu opium. Komisi tersebut merekomendasikan bahwa UU narkotika harus tunduk pada peraturan internasional. Rekomendasi dari Komisi Brent tersebut telah disahkan oleh departemen luar negeri US dan pada tahun 1906. Presiden Theodore Roosevelt menyerukan konferensi internasional, yaitu International Opium Commission(Komisi Opium Internasional) yang diadakan di Shanghai pada bulan Februari 1909. Konferensi kedua diadakan di Den Haag pada bulan Mei 1911 dan melahirkan peraturan baru tentang pengendalian obat-obatan yang bernama International Opium Conventionof 1912 (Konvensi Opium Internasional 1912).
Latar Belakang Domestik
Pada tahun 1800 penggunaan dan peredaran opiat dan kokain tidak diatur secara hukum. Pada tahun 1890, katalog Sears & Roebuck yang dibagikan kepada jutaan orang di tiap rumah di Amerika menawarkan jarum suntik dan sejumlah kecil kokain seharga $ 1,50.
Pada awal abad ke-20, kokain mulai dihubungkan dengan kejahatan. Pada tahun 1900,Journal of American Medical Association menerbitkan sebuah editorial yang menyatakan, “Orang negro di sebelah selatan dilaporkan mengalami kecanduan bentuk baru yang disebut dengan nama ‘cocaine sniffing’ atau mengendus kokain. Beberapa surat kabar kemudian mengklaim penggunaan kokain menyebabkan pria kulit hitam memperkosa wanita kulit putih dan cocaine dapat meningkatkan keahlian mereka menembak pistol. Imigran Cina disalahkan karena membawa kebiasaan menghisap candu ke Amerika. Pada tahun 1903 Committee on the Acquirement of the Drug Habit (Komite Pengawasan Kebiasaan Mengkonsumsi Obat) menyimpulkan, “Jika orang Cina itu tidak bisa hidup tanpa obat bius-nya maka kita tidak bisa hidup bersama dengan mereka”.
Theodore Roosevelt menunjuk Dr Hamilton Wright sebagai Opium Commissioner(Komisaris Candu) pertama Amerika Serikat pada tahun 1908. Pada tahun 1909, Dr Hamilton Wright menghadiri rapat Komisi Opium Internasional di Shanghai sebagai delegasi Amerika. Ia hadir bersama Charles Henry Brent, Uskup Episkopal. Pada tanggal 12 Maret 1911, Dr Wright mengatakan dalam sebuah artikel di New York Times: “Dari semua bangsa di dunia, warga US mengkonsumsi candu paling banyak dibanding negara lain”. Wright lebih lanjut menyatakan bahwa “kokain secara insentif memicu orang negro untuk melakukan kejahatan dan perkosaan”, walaupun tidak ada bukti ilmiah yang mendukung pernyataannya. Wright juga mengatakan “salah satu dampak yang terburuk dari opium di negara ini yaitu banyak perempuan yang ikut terlibat dan hidup bersama seperti suami-istri dengan orang Cina di Pecinan atau kota lainnya.
Menjelang tahun 1914, masalah berkembang ke titik di mana diperkirakan 1 dari 400 (0,25%) warga negara US kecanduan opium. Para pecandu opium sebagian besar perempuan yang mendapat izin dokter untuk membeli opiat secara legal. Dokter memberikan opiat untuk mengobati “masalah wanita” seperti nyeri pada saat menstruasi. Saat itu antara dua pertiga dan tiga-perempat dari pecandu adalah perempuan. Pada tahun 1914, sebanyak 46 negara bagian US membuat peraturan hukum tentang cocaine dan 29 negara bagian menerapkan undang-undang terhadap opium, morfin, dan heroin.
Beberapa penulis menganggap perdebatan itu hanya untuk mengatur perdagangan dan mengumpulkan pajak. Namun, menurut laporan komite, debat yang terjadi sebenarnya membahas munculnya penggunaan opiat di Amerika Serikat. Harrison menyatakan “Tujuan dari RUU ini bisa dikatakan untuk meningkatkan pendapatan, karena RUU ini melarang mengimpor sesuatu yang sampai sekarang merupakan pendapatan yang kita kumpulkan selama ini.” Kemudian Harrison menyatakan, “Kami tidak berusaha untuk mengumpulkan pendapatan, tetapi mengatur perdagangan.” Perwakilan tuan rumah Thomas Sisson menyatakan, “Tujuan dari RUU ini adalah untuk mencegah penggunaan opium di Amerika Serikat yang mana terbukti telah merusak kebahagiaan dan kehidupan manusia.”
Marihuana Tax Act of 1937
Marihuana Tax Act 1937 adalah undang-undang yang mengatur pajak penjualan ganja di Amerika Serikat yang dikeluarkan pada tahun 1937. Undang-undang tersebut dirancang oleh Harry Anslinger dan diperkenalkan oleh Robert L. Rep Doughton dari North Carolina pada tanggal 14 April 1937. Marihuana Tax Act 1937 sekarang ditulis dengan menggunakan ejaan modern, menjadi; Marijuana Tax Act 1937.
Marijuana Tax Act 1937 mengenakan pajak sekitar satu dolar US bagi siapa saja yang memanfaatkan ganja secara komersial termasuk hemp atau jenis cannabis lainnya. Undang-undang ini tidak mengkriminalisasi kepemilikan dan penggunaan ganja atau hemp. Hal itu mencakup ketentuan-ketentuan denda dan penegakan hukum diseputar kegiatan yang berhubungan dengan ganja. Pelanggaran prosedur ini dapat dikenakan denda sampai $ 2000 dan hukuman penjara lima tahun.
Latar Belakang
Peraturan dan pembatasan penjualan Cannabis sebagai obat dimulai sejak 1860. Kepala Federal Bureau of Narcotics (FBN), Harry J. Anslinger mengatakan bahwa FBN pada tahun 1930-an telah menerima laporan mengenai peningkatan jumlah orang yang merokok ganja. Pada tahun 1935, ia mendapat dukungan dari Presiden Franklin D. Roosevelt untuk mengadopsi Uniform State Narcotic Act, yaitu undang-undang negara yang mencakup peraturan tentang ganja.
Total produksi serat hemp di US pada tahun 1933 turun sekitar 500 ton per tahun. Budidaya hemp mulai meningkat pada tahun 1934-1935 tapi masih di volume yang sangat rendah dibandingkan dengan produksi serat lainnya.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa tujuan dari UU ini bermaksud untuk mengurangi volume industri hemp yang diupayakan oleh pengusaha Andrew Mellon, Randolph Hearst dan keluarga Du Pont. Dengan penemuan decorticator (alat pengolahan hemp), hemp menjadi bahan baku pengganti yang sangat murah untuk pulp (bahan kertas) yang digunakan untuk industri surat kabar. Hearst merasa bahwa ini adalah ancaman besar bagi usaha pengolahan kayu miliknya. Andrew Mellon, Menteri Keuangan dan orang terkaya di Amerika saat itu sedang berinvestasi bersama keluarga Du Pont untuk jenis serat baru sintetis yang disebut nilon, yaitu salah satu jenis serat sintetis yang bersaing dengan hemp. Pada tahun 1916, Departemen Pertanian US (USDA) Kepala ilmuwan Jason L. Merrill dan Lyster H. Dewey membuat tulisan di USDA pada Buletin No. 404 yang berjudul “Hemp Hurds as Paper-Making Material” (Hemp hurds sebagai bahan pembuat kertas), di mana mereka menyimpulkan kertas yang terbuat dari batang hemp yang disebut hemp hurds lebih menguntungkan dibandingkan dengan kertas yang dibuat dengan menggunakan bahan kayu pulp”. Dewey dan Merrill percaya bahwa hemp hurds merupakan bahan material yang cocok untuk produksi kertas. Namun, penelitian selanjutnya tidak mengkonfirmasi ini. Konsentrasi selulosa dalam hemp hurds hanya sekitar 32% dan 38%, bukan 77% seperti yang sering diucapkan oleh Jack Herer dan para peneliti lain.
American Medical Association (AMA) menentang aturan ini karena pajak juga dikenakan pada dokter yang memberikan resep ganja pada pasien dan apoteker ritel yang menjual ganja serta pembudidayaan ganja medis. Sambil mempertanyakan pemberlakuan Undang-Undang Pajak Ganja, AMA mengusulkan supaya ganja ditambahkan ke Harrison Narcotics Tax Act. RUU ini lolos di menit-menit terakhir disaat AMA mengajukan keberatan. Dr William Woodward, penasihat legislatif AMA keberatan atas penerapan UU tersebut dengan alasan bahwa UU itu telah disiapkan secara rahasia tanpa memberikan waktu kepada oposisi mempersiapkan diri menghadapi RUU tersebut. Woodward meragukan atas klaim mereka tentang kecanduan ganja, kekerasan, dan overdosis akibat dari penggunaan ganja. Woodward lebih lanjut menjelaskan bahwa pada waktu itu arti kata “Marijuana” tidak dimengerti para profesi medis sehingga mereka tidak menyadari kalau sebenarnya mereka telah kehilangan ganja. “Marijuana is not the correct term… Yet the burden of this bill is placed heavily on the doctors and pharmacists of this country.”
Akhirnya Marijuana Tax Act 1937 disahkan dengan laporan dan dengar pendapat yang berbeda. Anslinger juga mereferensi Konvensi Internasional Opium 1928 yang telah memasukkan ganja sebagai bagian dari golongan narkotika dan bukan obat-obatan medis dan semua negara bagian memiliki peraturan hukum tersendiri untuk masalah penyalahgunaan ganja. Sekarang semua kesalahan tersebut secara umum sudah diterima termasuk dengar pendapat dan argumen yang berlebihan atau tidak berdasar mengenai bahaya ganja. Akan tetapi pada tahun 1951, bukti terbaru muncul dan UU Boggs Act yang menggantikan Marijuana Tax Act 1937 disahkan.
Penerapan Undang-Undang
Setelah Filipina jatuh ke tangan Jepang pada tahun 1942, Departemen Pertanian dan Angkatan Darat Amerika Serikat mendesak para petani untuk menanam hemp, sejak saat itu penerapan pajak untuk budidaya hemp mulai dikenakan pada para petani. Tanpa melakukan perubahan apapun dalam Marihuana Tax Act 1937, pada tahun 1942 dan 1945 lahan seluas 400.000 hektar telah ditanami hemp. Perkebunan hemp terakhir berada di Wisconsin pada tahun 1957.
Pada tahun 1967, ketua “Johnson’s Commission on Law Enforcement and Administration” berpendapat, “UU ini menambah ketidakjelasan jumlah pemasukan dari pajak dan memperlihatkan pada publik jumlah transaksi ganja yang tidak semestinya, sebab hanya sedikit orang yang terdaftar. Kenyataannya UU ini pada dasarnya hanya sebuah tuntutan hukum pidana yang menjatuhkan sanksi pada orang-orang yang menjual, memperoleh, atau memiliki ganja”.
Pada tahun 1969, UU Leary v. United States, yaitu bagian dari Marihuana Tax Act 1937 dinyatakan tidak konstitusional karena melanggar Fifth Amendment, sejak orang yang memohon izin pajak ganja mengalami kesulitan dan sangat memberatkan. Controlled Substances Act yang merupakan bagian Title II dari Comprehensive Drug Abuse Prevention and Control Act of 1970. Undang-Undang 1937 akhirnya dicabut dan digantikan Undang-Undang 1970.
Marihuana Tax Act 1937 mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1937. Federal Bureau of Narcotics dan kepolisian Denver City melakukan penangkapan pertama terhadap Baca Musa dan Samuel Caldwell atas kepemilikan dan tranksaksi ganja. Penangkapan Baca dan Caldwell membuat mereka menjadi orang pertama yang dipenjara dibawah hukum federal AS karena tidak mau membayar pajak ganja. Baca Musa divonis 18 bulan dan Samuel Caldwell 4 tahun di penjara Leavenworth atas pelanggaran Undang-Undang Pajak Ganja 1937.
Meskipun ejaan “marijuana” lebih umum digunakan saat ini, ejaan yang benar dalam Undang-Undang Pajak Ganja adalah “Marihuana”. Marihuana adalah ejaan yang paling umum digunakan dalam dokumen Pemerintah Federal pada waktu itu. Untuk tetap konsisten dengan hukum sebelumnya, ejaan “Marihuana” masih dipakai pada beberapabill di kongres seperti HR 3037, Industrial Hemp Farming Act of 2005.
Sebagai tambahan, Marihuana Tax Act of 1937 melegitimasi penggunaan kata “marijuana” sebagai label untuk tanaman hemp dan cannabis dan seluruh produk berbahan ganja di seluruh dunia. Sebelum tahun 1937, “marijuana” adalah bahasa gaul yang tidak masuk dalam kamus resmi. Kata “marijuana” mungkin berasal dari bahasa Meksiko asli. Meksiko sendiri sudah mengatur larangan ekspor hemp ke AS pada tahun 1925, mengikuti aturan Konvensi Internasional Opium. Pada tahun-tahun menjelang penerapan pajak, kata “ganjah” atau “ganja” digunakan secara umum di Amerika seperti rokok tembakau. Dengan mempertimbangkan isu yang tengah hangat dibicarakan yang melibatkan imigrasi ilegal dari Meksiko ke Amerika Serikat, dan satu hal Meksiko diidentifikasi sebagai orang yang memiliki ganja. Setelah diberlakukannya UU tersebut, imigran ilegal dan warga AS bisa ditangkap karena memiliki ganja.
Single Convention on Narcotic Drugs 1961United Nations
Single Convention on Narcotic Drugs 1961 atau Konvensi Tunggal Narkotika tahun 1961 adalah perjanjian internasional yang melarang produksi dan pasokan narkotika dan obat-obatan terlarang kecuali di bawah lisensi untuk tujuan tertentu seperti perawatan medis dan penelitian. Konvensi ini tujuannya untuk memperbarui Konvensi Paris 13 Juli 1931. Konvensi ini memasukkan sejumlah produk opioid sintetik yang ditemukan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir dan juga untuk mempermudah dalam memasukkan jenis narkotika baru kedalam perjanjian.
Dari tahun 1931-1961 sebagian besar keluarga opioid sintetik telah dikembangkan, termasuk jenis obat-obatan dengan tujuan apa pun yang terkait dengan narkotika seperti: metadon, petidin, morphinans dan obat dextromoramide dan obat-obatan lainnya.
Perjanjian sebelumnya hanya mengendalikan produksi dan peredaran gelap opium, koka, dan turunannya seperti morfin, heroin dan kokain. Konvensi Tunggal 1961 ini merupakan konsolidasi dari perjanjian-perjanjian sebelumnya yang memperluas cakupan dengan memasukkan ganja dan obat-obatan lainnya yang efeknya mirip dengan jenis narkotika tertentu. Komisi Narkotika dan Organisasi Kesehatan Dunia diberi kuasa untuk menambah, menghapus, dan mengatur jenis narkotika menjadi empat golongan.
International Narcotics Control Board ditugaskan untuk mengendalikan produksi obat, perdagangan internasional, dan dispensasi. Badan PBB yang mengurusi kejahatan narkoba (UNODC) bertugas melakukan pemantauan rutin untuk memonitor setiap negara dan bekerja sama dengan otoritas nasional untuk memastikan kepatuhan seluruh negara-negara di dunia pada Konvensi Tunggal. Perjanjian ini telah dilakukan sejak dilengkapinya Konvensi Psikotropika, yang mengontrol LSD, Ecstasy, dan obat-obatan psikoaktif lain, serta Konvensi PBB untuk melawan perdagangan gelap narkotika dan Psikotropika, yang mana memperkuat ketentuan terhadap pencucian uang dari perdagangan gelap narkotika.
Sejarah
United Nations Single Convention on Narcotic Drugs 1961 ditandatangani pada tanggal 30 Maret 1961. Sebanyak 73 negara hadir pada konferensi yang berlangsung di New York dari tanggal 24 Januari sampai dengan 25 Maret 1961. Single Convention 1961 bertujuan untuk meletakkan dasar yang kuat dalam upaya pengendalian peredaran narkotika. Tujuan utama lainnya yaitu untuk menggantikan beberapa perjanjian multilateral yang ada di lapangan dengan instrumen tunggal serta untuk mengurangi jumlah organ perjanjian internasional yang berkaitan dengan pengendalian obat-obatan narkotika. Konvensi ini juga membuat ketentuan untuk kontrol produksi bahan baku obat narkotika. Konvensi Tunggal mulai berlaku pada tanggal 13 Desember 1964, setelah memenuhi persyaratan dari empat puluh ratifikasi negara.
Dengan tujuan yang luhur akan kepedulian terhadap kesehatan dan kesejahteraan umat manusia, prinsip perjanjian ini bermaksud untuk membatasi penggunaan obat secara eksklusif hanya untuk tujuan medis dan ilmiah.
Pada isi pembukaan konfensi tertulis:
“addiction to narcotic drugs constitutes a serious evil for the individual and is fraught with social and economic danger to mankind.”
“Kecanduan obat-obatan narkotika merupakan kejahatan serius bagi individu dan berbahaya bagi kehidupan sosial ekonomi umat manusia.”
Pada saat yang sama, Konvensi juga mengakui bahwa:
“that the medical use of narcotic drugs continues to be indispensable for the relief of pain and suffering and that adequate provision must be made to ensure the availability of narcotic drugs for such purposes”.
“Penggunaan medis obat-obatan narkotika diperlukan untuk menghilangkan rasa sakit dan penderitaan dan bahwa ketentuan yang memadai harus dilakukan untuk memastikan ketersediaan obat-obatan narkotika untuk tujuan tersebut”.
Walaupun Konvensi Tunggal 1961 cenderung ditafsirkan sebagai bagian dari perjanjian yang bersifat kontinum, Konvensi Tunggal harus dilihat sebagai perubahan yang signifikan dari cara pandang masyarakat internasional terhadap pengendalian obat-obatan.
Akan tetapi pada akhirnya, Konvensi Tunggal yang tadinya berambisi menjadi satu-satunya konvensi terakhir yang akan mengakhiri konvensi-konvensi sebelumnya telah gagal dengan dikeluarkannya Control Substance Act 1970 dan konvensi 1988 sehingga menimbulkan inkonsistensi baru terhadap perjanjian sistem pengawasan narkotika global.
Controlled Substances Act 1970
Surat Edaran Mahkamah Agung
Surat Edaran ini dikeluarkan untuk mengatur siapa saja yang dapat dikategorikan sebagai individu pecandu dan memerlukan rehabilitasi. Sudah sewajarnya masyarakat mengetahui hal ini karena SEMA adalah peraturan untuk kalian semua
Ganja Bukan Narkotika
Marijuana (ganja) bukanlah narkotika. Walaupun undang-undang menyebutnya sebagai narkotik, ganja berbeda secara farmakologis dengan keluarga dan turunan opium dan narkotik sintetis. (Wolstenholme, 1965; Watt, 1965; Garattini, 1965; 1 Crim 5351 Calif. District Court of Appeal, 1st Appel. Dist.)
Marijuana (ganja) tidak menyebabkan kecanduan. Pemakaiannya tidak memunculkan ketergantungan fisik. (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Allentuck & Bowman, 1942; Freedman & Rockmore, 1946; Fort, 1965a, 1965b; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943; Indian Hemp-Drug Commission, 1894; Watt, 1965; I Crim 5351 Calif. District Court of Appeal, 1st Appel. Dist.; United Nations, 1964a, 1964b)
Pada persentasi kecil individu, sebuah “ketergantungan psikologis” dapat terbentuk, namun predisposisi harus ada terlebih dahulu. Dalam makalahnya, “Ketergantungan dari Jenis Hashish,” Watt (1965,p.65) menyimpulkan : Kebiasaan ini sifatnya sosial dan mudah ditinggalkan. Kerusakan kepribadian dan gangguan psikotik yang pernah atau sedang berjalan adalah faktor-faktor penting yang mendasari terbentuknya kebiasaan mencandu.
Marijuana (ganja) tidak berbahaya bagi kesehatan. Bahkan bila digunakan dalam jangka waktu yang lama, ia tidak tampak menyebakan gangguan fisik atau psikologis. (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Freedman & Rockmore, 1946; Fort, 1965a, 1965b; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943; Indian Hemp-Drug Commission, 1894; Becker, 1963)
Marijuana (ganja) tidak cenderung melepaskan “perilaku agresif.” Sebaliknya, penggunaannya menghambat perlaku agresif; ia bertindak sebagai “penenang.” (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Fort, 1965a, 1965b; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943; Garattini, 1965)
Ganja tidak “menggiring” atau “mendorong” pada penggunaan obat-obatan adiktif. “Sembilan puluh delapan (98) persen dari pemakai heroin memulai dengan merokok tembakau dan minuman keras terlebih dahulu” (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Fort, 1965a, 1965b; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943; Garattini, 1965)
Marijuana (ganja) berasal dari tanaman Indian Hemp, yang sebelumnya pernah dibudidayakan secara formal dimana-mana di Amerika Serikat untuk membuat tali, dan masih tumbuh liar di banyak daerah. Hingga beberapa tahun yang lalu ia adalah bahan utama dalam pakan unggas komersil. Daun dan pucuk-pucuknya yang berbunga memberikan cannabis (dikenal umum di belahan dunia barat sebagai marijuana, rumput atau pot); getah dan serbuk sarinya, dimana zat aktif terkonsentrasi paling tinggi, sebagai sumber dari “hashish.” (Wolstenholme, 1965)
Efek dari merokok mariyuana (ganja) dideskripsikan sebagai berikut: “euforia, berkurangnya rasa lelah, dan pelepasan ketegangan… juga dapat meningkatkan nafsu makan, mendistorsi perspektif waktu, meningkatkan kepercayaan diri, dan, seperti alkohol, dapat melemaskan beberapa hambatan.” (Fort, 1965) Meningkatnya kesadaran terhadap warna dan kecantikan estetis, produksi dari asosiasi mental yang baru dan kaya juga merupakan efek yang sering dilaporkan. Beberapa pengguna menyebutkan bahwa pengalaman mengkonsumsi mariyuana (ganja) adalah “psikedelik”: dapat menimbulkan peningkatan kesadaran, atau dalam perubahan kesadaran-meluas dalam perspektif, ide mengenai diri sendiri, kehidupan, dll. Marijuana (ganja) bagaimanapun tidak seperti LSD – sebuah psikedelik yang kuat. Dimana LSD secara drastis merubah pikiran dan perspektif, seringkali “memaksa” pemakainya untuk merasakan kesadaran yang meningkat., marijuana memberikan “sugesti” atau menunjukkan jalan kepada kesadarn yang lebih dalam secara moderat. Pemakainya bebas untuk mengikuti potensi ini atau tidak ketika mereka muncul. (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Fort, 1965a, 1965b ; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Goldstein, 1966; Becker, 1963; De Ropp, 1957; Indian Hemp-Drug Commission, 1894)
Merokok ganja tidak menimbulkan bahaya sosial. Empat penelitian resmi yang terpisah telah dilakukan terhadap pertanyaan ini, sebagai bagian dari penelitian yang lebih besar: Komite Walikota kota New York pada 1944; komite departemen kesehatan dari Angkatan Bersenjata Amerika Serikat; komite Angkatan Bersenjata U.S. lain yang berminat terhadap pertanyaan pengaruhnya pada disiplin; dan sebuah penelitian sangat mendalam yang diselenggarakan oleh Pemerintah Inggris untuk meneliti pengaruhnya di India dimana disana pemakaiannya sangat menyebar luas seperti halnya alkohol disini. Semua penelitian ini sampai pada kesimpulan yang sama: mariyuana (ganja) tidak merusak baik pemakainya maupun masyarakat, dan karena ini seharusnya tidak dilarang. Tekanan ekonomi dan politik mencegah otoritas di New York untuk menjalankan rekomendasi komite Walikota – tekanan terbesar berasal dari Harry J. Anslinger, Komisi Narkotik Amerika sebelumnya. (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943 ; Indian Hemp-Drug Commission, 1894)
Berangkat dari dasar bahwa marijuana (ganja) adalah lebih aman dan lebih bermanfaat dari tembakau atau alkohol (dimana keduanya beracun pada fisik, dan keduanya juga adiktif), dan tidak ada dasar untuk melegalkan kedua zat berbahaya ini sementara melarang satu yang justru tidak berbahaya, banyak dari kejaksaan yang sedang menentang hukum saat ini. Pada susunan kata dari penjelasan hukumnya: “Para penuntut menyatakan bahwa klasifikasi mariyuana (ganja) pada bagian narkotik Seksi 1101 (d) pada Kode Kesehatan dan Keselamatan dan juga hukum yang melarang mariyuana (ganja) berdasarkan pada klasifikasi yang subyektif dan tidak mempunyai alasan serta tidak memiliki hubungan dengan kesehatan publik, keamanan, kesejahteraan dan moral… Klasifikasi dari mariyuana (ganja) sebagai narkotik adalah inkonstitusi dan melanggar klausul Amandemen ke-8 akan larangan terhadap hukuman yang luar biasa dan kejam, dan juga melanggar hak dasar yang merupakan klausul dari Amandemen ke-14 dari Konstitusi Amerika Serikat.” (1 Crim 5351 Calif. District Court of Appeal, First Appel. Dist., pp. 61-62 and Appendix 1, p. 6)
Banyak kelompok “ahli” seperti WHO Expert Committee on Addiction Producing Drugs cenderung telah mempertahankan misinformasi tentang ganja karena kurangnya data (Harry J. Anslinger adalah juru bicara selama bertahun-tahun di PBB), dan adanya keengganan konservatif terhadap “pelunakan” atau mengganti kebijakan sebelumnya. Dalam beberapa tahun terakhir, bagaimanapun, WHO (Badan Kesehatan Dunia) telah mengubah pandangannya secara progresif terhadap marijuana (ganja). Pada tahun 1964, Komite Ahli mengusulkan revisi definisi dari jenis-jenis ketergantungan obat, yang kemudian diadopsi secara bertahap. Definisi baru dari “jenis kecanduan ganja” adalah sebagai berikut: “(1) keinginan (atau kebutuhan) akan pemakaian berulang dari obat dengan catatan karena efek subyektifnya, termasuk perasaan akan peningkatan kemampuan; (2) sedikit atau tidak ada kecenderungan untuk meningkatkan dosis, karena sedikit atau tidak ada peningkatan toleransi; (3) ketergantungan psikis dari efek obat ini tergantung pada apresiasi subyektif dan individual dari efek tersebut; (4) ketiadaan akan ketergantungan fisik sehingga tidak terdapat ciri-ciri gejala putus zat yang definitif ketika pemakaian obat dihentikan.” (United Nations, 1964b)
Komite ini sebenarnya mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mempertahankan mariyuana (ganja) dalam daftarnya: Definisi dari ketergantungan jenis mariyuana dapat dengan mudah memenuhi definisi dari “menyukai” (sebagai contoh., kecenderungan alamiah untuk mengulangi pengalaman yang menyenangkan, memuaskan dan tidak berbahaya). Ketergantungan yang sebenarnya akan ganja sangatlah jarang, dan tergantung dari permasalahan psikologis sebelumnya-dan bahkan ini tidak “mencandu.” [See above, p. 333] (Watt, 1965; United Nations, 1964b)
Ganja digunakan dalam berbagai cara di berbagai daerah di dunia. Ia dihisap atau dimakan dalam berbagai bentuk untuk menimbulkan kenikmatan dan efek-efek subyektif lainnya dan untuk peningkatan yang disengaja (atau distorsi) dari persepsi dan performa. Ini sebagian besar mungkin tergolong penyalahgunaan dan diasosiasikan dengan tingkat ketergantungan psikis yang lebih rendah. Tidak ada bukti bahwa ganja dapat menyebabkan ketergantungan fisik. (World Health Organization, Technical Report Series No. 287, “Evaluation of Dependence-Producing Drugs, Report of a WHO Scientific Group”; Hal. 22)
Beberapa penelitian telah menunjukkan efek terapeutik dari cannabinoid untuk nausea dan muntah-muntah pada tahap akhir penyakit-penyakit seperti kanker dan AIDS. Dronabinol (tetrahydrocannabinol) telah tersedia melalui resep selama lebih dari satu dekade di Amerika Serikat. Kegunaan terapeutik lain dari cannabinoid telah ditunjukkan oleh penelitian yang terkontrol, termasuk pengobatan terhadap astma dan glaukoma, sebagai antidepresan, perangsang nafsu makan, antikonvulsan dan anti-spasmodik, penelitian dalam bidang ini harus dilanjutkan. Sebagai contoh, lebih banyak penelitian dasar pada mekanisme periferal dan pusat dari cannabinoid pada fungsi pencernaan dapat meningkatkan kemampuannya utuk menghilangkan nausea dan emesis. Riset yang lebih banyak dibutuhkan pada dasar neurofarmakologi dari THC dan cannabinoid lainnya sehingga agen terapeutik yang lebih baik dapat ditemukan.
Ada 2 Hal yang muncul dari laporan komite ahli WHO tahun 1964 di Jenewa maupun dari situs resmi WHO sendiri, ganja ternyata tidak menyebabkan kecanduan fisik, dan ternyata punya manfaat medis… 2-2 nya bertentangan dengan UU Narkotika no.35 tahun 2009 yang memasukkan ganja sebagai narkotika kelas 1 (mencandu secara fisik) dan tidak punya manfaat medis sama sekali.
Alkohol merupakan salah satu narkotika yang paling berbahaya, hanya dalam waktu 10 kali mengkonsumsi alkohol, seseorang sudah dekat dengan kematian. Sedangkan ganja – jika disebut narkotika – membutuhkan dosis ribuan kali untuk dapat membawa pemakainya pada kematian. Sebenarnya kata “ribuan kali” itu hanya istilah teoritis saja, karena tidak pernah ada kasus yang tercatat akibat overdosis ganja. Sumber: Scientific American (Majalah Sigma Xi, Scientific Research Society). Gable, Robert, Mei-Juni’06.
Ada ratusan lebih kematian akibat overdosis alkohol setiap tahun, namun tidak pernah ada kematian akibat overdosis ganja dalam sejarah. Konsumsi alkohol juga merupakan penyebab langsung puluhan ribu kematian di Amerika Serikat setiap tahunnya.
KEBIJAKAN GANJA
Harrison Narcotics Tax Act 1914
Harrison Narcotics Tax Act 1914 adalah undang-undang Federal yang mengatur dan menetapkan pajak produksi, impor, dan distribusi opiat. UU tersebut diusulkan oleh Francis Burton Harrison, perwakilan dari New York dan disetujui pada tanggal 14 Desember 1914.
Harrison Narcotics Tax Act 1914 mendaftarkan dan mengenakan pajak khusus pada semua orang yang memproduksi, mengimpor, berurusan dengan, mengeluarkan, menjual, mendistribusikan, atau memberikan opium atau daun koka, garamnya, turunan, atau persiapan, dan untuk tujuan lain. Pengadilan mengartikan UU ini memperbolehkan dokter meresepkan narkotika pada pasien dalam pengobatan normal, tetapi tidak untuk pengobatan kecanduan.
Meskipun secara teknis tujuan distribusi dan penggunaan masih ilegal, namun penjualan dan penggunaan kokain legal bagi perusahaan atau individu yang terdaftar.
Latar Belakang Internasional.Setelah perang Spanyol-Amerika yang dimenangkan Amerika dengan merebut Filipina dari tangan Spanyol, pada saat itu kecanduan opium merupakan masalah besar yang terjadi pada penduduk sipil di Filipina. Ini merupakan masalah sosial yang serius yang tengah berkembang di daratan Amerika Serikat, terutama di kalangan imigran keturunan Cina.
Charles Henry Brent adalah seorang uskup Episkopal Amerika yang menjabat sebagai Uskup Misionaris di Filipina pada awal tahun 1901. Ia membentuk Komisi Penyelidik yang dikenal dengan nama “Komisi Brent” yang bertujuan memeriksa alternatif system lisensi bagi pecandu opium. Komisi tersebut merekomendasikan bahwa UU narkotika harus tunduk pada peraturan internasional. Rekomendasi dari Komisi Brent tersebut telah disahkan oleh departemen luar negeri US dan pada tahun 1906. Presiden Theodore Roosevelt menyerukan konferensi internasional, yaitu International Opium Commission(Komisi Opium Internasional) yang diadakan di Shanghai pada bulan Februari 1909. Konferensi kedua diadakan di Den Haag pada bulan Mei 1911 dan melahirkan peraturan baru tentang pengendalian obat-obatan yang bernama International Opium Conventionof 1912 (Konvensi Opium Internasional 1912).
Latar Belakang Domestik
Pada tahun 1800 penggunaan dan peredaran opiat dan kokain tidak diatur secara hukum. Pada tahun 1890, katalog Sears & Roebuck yang dibagikan kepada jutaan orang di tiap rumah di Amerika menawarkan jarum suntik dan sejumlah kecil kokain seharga $ 1,50.
Pada awal abad ke-20, kokain mulai dihubungkan dengan kejahatan. Pada tahun 1900,Journal of American Medical Association menerbitkan sebuah editorial yang menyatakan, “Orang negro di sebelah selatan dilaporkan mengalami kecanduan bentuk baru yang disebut dengan nama ‘cocaine sniffing’ atau mengendus kokain. Beberapa surat kabar kemudian mengklaim penggunaan kokain menyebabkan pria kulit hitam memperkosa wanita kulit putih dan cocaine dapat meningkatkan keahlian mereka menembak pistol. Imigran Cina disalahkan karena membawa kebiasaan menghisap candu ke Amerika. Pada tahun 1903 Committee on the Acquirement of the Drug Habit (Komite Pengawasan Kebiasaan Mengkonsumsi Obat) menyimpulkan, “Jika orang Cina itu tidak bisa hidup tanpa obat bius-nya maka kita tidak bisa hidup bersama dengan mereka”.
Theodore Roosevelt menunjuk Dr Hamilton Wright sebagai Opium Commissioner(Komisaris Candu) pertama Amerika Serikat pada tahun 1908. Pada tahun 1909, Dr Hamilton Wright menghadiri rapat Komisi Opium Internasional di Shanghai sebagai delegasi Amerika. Ia hadir bersama Charles Henry Brent, Uskup Episkopal. Pada tanggal 12 Maret 1911, Dr Wright mengatakan dalam sebuah artikel di New York Times: “Dari semua bangsa di dunia, warga US mengkonsumsi candu paling banyak dibanding negara lain”. Wright lebih lanjut menyatakan bahwa “kokain secara insentif memicu orang negro untuk melakukan kejahatan dan perkosaan”, walaupun tidak ada bukti ilmiah yang mendukung pernyataannya. Wright juga mengatakan “salah satu dampak yang terburuk dari opium di negara ini yaitu banyak perempuan yang ikut terlibat dan hidup bersama seperti suami-istri dengan orang Cina di Pecinan atau kota lainnya.
Menjelang tahun 1914, masalah berkembang ke titik di mana diperkirakan 1 dari 400 (0,25%) warga negara US kecanduan opium. Para pecandu opium sebagian besar perempuan yang mendapat izin dokter untuk membeli opiat secara legal. Dokter memberikan opiat untuk mengobati “masalah wanita” seperti nyeri pada saat menstruasi. Saat itu antara dua pertiga dan tiga-perempat dari pecandu adalah perempuan. Pada tahun 1914, sebanyak 46 negara bagian US membuat peraturan hukum tentang cocaine dan 29 negara bagian menerapkan undang-undang terhadap opium, morfin, dan heroin.
Beberapa penulis menganggap perdebatan itu hanya untuk mengatur perdagangan dan mengumpulkan pajak. Namun, menurut laporan komite, debat yang terjadi sebenarnya membahas munculnya penggunaan opiat di Amerika Serikat. Harrison menyatakan “Tujuan dari RUU ini bisa dikatakan untuk meningkatkan pendapatan, karena RUU ini melarang mengimpor sesuatu yang sampai sekarang merupakan pendapatan yang kita kumpulkan selama ini.” Kemudian Harrison menyatakan, “Kami tidak berusaha untuk mengumpulkan pendapatan, tetapi mengatur perdagangan.” Perwakilan tuan rumah Thomas Sisson menyatakan, “Tujuan dari RUU ini adalah untuk mencegah penggunaan opium di Amerika Serikat yang mana terbukti telah merusak kebahagiaan dan kehidupan manusia.”
Marihuana Tax Act of 1937
Marihuana Tax Act 1937 adalah undang-undang yang mengatur pajak penjualan ganja di Amerika Serikat yang dikeluarkan pada tahun 1937. Undang-undang tersebut dirancang oleh Harry Anslinger dan diperkenalkan oleh Robert L. Rep Doughton dari North Carolina pada tanggal 14 April 1937. Marihuana Tax Act 1937 sekarang ditulis dengan menggunakan ejaan modern, menjadi; Marijuana Tax Act 1937.
Marijuana Tax Act 1937 mengenakan pajak sekitar satu dolar US bagi siapa saja yang memanfaatkan ganja secara komersial termasuk hemp atau jenis cannabis lainnya. Undang-undang ini tidak mengkriminalisasi kepemilikan dan penggunaan ganja atau hemp. Hal itu mencakup ketentuan-ketentuan denda dan penegakan hukum diseputar kegiatan yang berhubungan dengan ganja. Pelanggaran prosedur ini dapat dikenakan denda sampai $ 2000 dan hukuman penjara lima tahun.
Latar Belakang
Peraturan dan pembatasan penjualan Cannabis sebagai obat dimulai sejak 1860. Kepala Federal Bureau of Narcotics (FBN), Harry J. Anslinger mengatakan bahwa FBN pada tahun 1930-an telah menerima laporan mengenai peningkatan jumlah orang yang merokok ganja. Pada tahun 1935, ia mendapat dukungan dari Presiden Franklin D. Roosevelt untuk mengadopsi Uniform State Narcotic Act, yaitu undang-undang negara yang mencakup peraturan tentang ganja.
Total produksi serat hemp di US pada tahun 1933 turun sekitar 500 ton per tahun. Budidaya hemp mulai meningkat pada tahun 1934-1935 tapi masih di volume yang sangat rendah dibandingkan dengan produksi serat lainnya.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa tujuan dari UU ini bermaksud untuk mengurangi volume industri hemp yang diupayakan oleh pengusaha Andrew Mellon, Randolph Hearst dan keluarga Du Pont. Dengan penemuan decorticator (alat pengolahan hemp), hemp menjadi bahan baku pengganti yang sangat murah untuk pulp (bahan kertas) yang digunakan untuk industri surat kabar. Hearst merasa bahwa ini adalah ancaman besar bagi usaha pengolahan kayu miliknya. Andrew Mellon, Menteri Keuangan dan orang terkaya di Amerika saat itu sedang berinvestasi bersama keluarga Du Pont untuk jenis serat baru sintetis yang disebut nilon, yaitu salah satu jenis serat sintetis yang bersaing dengan hemp. Pada tahun 1916, Departemen Pertanian US (USDA) Kepala ilmuwan Jason L. Merrill dan Lyster H. Dewey membuat tulisan di USDA pada Buletin No. 404 yang berjudul “Hemp Hurds as Paper-Making Material” (Hemp hurds sebagai bahan pembuat kertas), di mana mereka menyimpulkan kertas yang terbuat dari batang hemp yang disebut hemp hurds lebih menguntungkan dibandingkan dengan kertas yang dibuat dengan menggunakan bahan kayu pulp”. Dewey dan Merrill percaya bahwa hemp hurds merupakan bahan material yang cocok untuk produksi kertas. Namun, penelitian selanjutnya tidak mengkonfirmasi ini. Konsentrasi selulosa dalam hemp hurds hanya sekitar 32% dan 38%, bukan 77% seperti yang sering diucapkan oleh Jack Herer dan para peneliti lain.
American Medical Association (AMA) menentang aturan ini karena pajak juga dikenakan pada dokter yang memberikan resep ganja pada pasien dan apoteker ritel yang menjual ganja serta pembudidayaan ganja medis. Sambil mempertanyakan pemberlakuan Undang-Undang Pajak Ganja, AMA mengusulkan supaya ganja ditambahkan ke Harrison Narcotics Tax Act. RUU ini lolos di menit-menit terakhir disaat AMA mengajukan keberatan. Dr William Woodward, penasihat legislatif AMA keberatan atas penerapan UU tersebut dengan alasan bahwa UU itu telah disiapkan secara rahasia tanpa memberikan waktu kepada oposisi mempersiapkan diri menghadapi RUU tersebut. Woodward meragukan atas klaim mereka tentang kecanduan ganja, kekerasan, dan overdosis akibat dari penggunaan ganja. Woodward lebih lanjut menjelaskan bahwa pada waktu itu arti kata “Marijuana” tidak dimengerti para profesi medis sehingga mereka tidak menyadari kalau sebenarnya mereka telah kehilangan ganja. “Marijuana is not the correct term… Yet the burden of this bill is placed heavily on the doctors and pharmacists of this country.”
Akhirnya Marijuana Tax Act 1937 disahkan dengan laporan dan dengar pendapat yang berbeda. Anslinger juga mereferensi Konvensi Internasional Opium 1928 yang telah memasukkan ganja sebagai bagian dari golongan narkotika dan bukan obat-obatan medis dan semua negara bagian memiliki peraturan hukum tersendiri untuk masalah penyalahgunaan ganja. Sekarang semua kesalahan tersebut secara umum sudah diterima termasuk dengar pendapat dan argumen yang berlebihan atau tidak berdasar mengenai bahaya ganja. Akan tetapi pada tahun 1951, bukti terbaru muncul dan UU Boggs Act yang menggantikan Marijuana Tax Act 1937 disahkan.
Penerapan Undang-Undang
Setelah Filipina jatuh ke tangan Jepang pada tahun 1942, Departemen Pertanian dan Angkatan Darat Amerika Serikat mendesak para petani untuk menanam hemp, sejak saat itu penerapan pajak untuk budidaya hemp mulai dikenakan pada para petani. Tanpa melakukan perubahan apapun dalam Marihuana Tax Act 1937, pada tahun 1942 dan 1945 lahan seluas 400.000 hektar telah ditanami hemp. Perkebunan hemp terakhir berada di Wisconsin pada tahun 1957.
Pada tahun 1967, ketua “Johnson’s Commission on Law Enforcement and Administration” berpendapat, “UU ini menambah ketidakjelasan jumlah pemasukan dari pajak dan memperlihatkan pada publik jumlah transaksi ganja yang tidak semestinya, sebab hanya sedikit orang yang terdaftar. Kenyataannya UU ini pada dasarnya hanya sebuah tuntutan hukum pidana yang menjatuhkan sanksi pada orang-orang yang menjual, memperoleh, atau memiliki ganja”.
Pada tahun 1969, UU Leary v. United States, yaitu bagian dari Marihuana Tax Act 1937 dinyatakan tidak konstitusional karena melanggar Fifth Amendment, sejak orang yang memohon izin pajak ganja mengalami kesulitan dan sangat memberatkan. Controlled Substances Act yang merupakan bagian Title II dari Comprehensive Drug Abuse Prevention and Control Act of 1970. Undang-Undang 1937 akhirnya dicabut dan digantikan Undang-Undang 1970.
Marihuana Tax Act 1937 mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1937. Federal Bureau of Narcotics dan kepolisian Denver City melakukan penangkapan pertama terhadap Baca Musa dan Samuel Caldwell atas kepemilikan dan tranksaksi ganja. Penangkapan Baca dan Caldwell membuat mereka menjadi orang pertama yang dipenjara dibawah hukum federal AS karena tidak mau membayar pajak ganja. Baca Musa divonis 18 bulan dan Samuel Caldwell 4 tahun di penjara Leavenworth atas pelanggaran Undang-Undang Pajak Ganja 1937.
Meskipun ejaan “marijuana” lebih umum digunakan saat ini, ejaan yang benar dalam Undang-Undang Pajak Ganja adalah “Marihuana”. Marihuana adalah ejaan yang paling umum digunakan dalam dokumen Pemerintah Federal pada waktu itu. Untuk tetap konsisten dengan hukum sebelumnya, ejaan “Marihuana” masih dipakai pada beberapabill di kongres seperti HR 3037, Industrial Hemp Farming Act of 2005.
Sebagai tambahan, Marihuana Tax Act of 1937 melegitimasi penggunaan kata “marijuana” sebagai label untuk tanaman hemp dan cannabis dan seluruh produk berbahan ganja di seluruh dunia. Sebelum tahun 1937, “marijuana” adalah bahasa gaul yang tidak masuk dalam kamus resmi. Kata “marijuana” mungkin berasal dari bahasa Meksiko asli. Meksiko sendiri sudah mengatur larangan ekspor hemp ke AS pada tahun 1925, mengikuti aturan Konvensi Internasional Opium. Pada tahun-tahun menjelang penerapan pajak, kata “ganjah” atau “ganja” digunakan secara umum di Amerika seperti rokok tembakau. Dengan mempertimbangkan isu yang tengah hangat dibicarakan yang melibatkan imigrasi ilegal dari Meksiko ke Amerika Serikat, dan satu hal Meksiko diidentifikasi sebagai orang yang memiliki ganja. Setelah diberlakukannya UU tersebut, imigran ilegal dan warga AS bisa ditangkap karena memiliki ganja.
Single Convention on Narcotic Drugs 1961United Nations
Single Convention on Narcotic Drugs 1961 atau Konvensi Tunggal Narkotika tahun 1961 adalah perjanjian internasional yang melarang produksi dan pasokan narkotika dan obat-obatan terlarang kecuali di bawah lisensi untuk tujuan tertentu seperti perawatan medis dan penelitian. Konvensi ini tujuannya untuk memperbarui Konvensi Paris 13 Juli 1931. Konvensi ini memasukkan sejumlah produk opioid sintetik yang ditemukan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir dan juga untuk mempermudah dalam memasukkan jenis narkotika baru kedalam perjanjian.
Dari tahun 1931-1961 sebagian besar keluarga opioid sintetik telah dikembangkan, termasuk jenis obat-obatan dengan tujuan apa pun yang terkait dengan narkotika seperti: metadon, petidin, morphinans dan obat dextromoramide dan obat-obatan lainnya.
Perjanjian sebelumnya hanya mengendalikan produksi dan peredaran gelap opium, koka, dan turunannya seperti morfin, heroin dan kokain. Konvensi Tunggal 1961 ini merupakan konsolidasi dari perjanjian-perjanjian sebelumnya yang memperluas cakupan dengan memasukkan ganja dan obat-obatan lainnya yang efeknya mirip dengan jenis narkotika tertentu. Komisi Narkotika dan Organisasi Kesehatan Dunia diberi kuasa untuk menambah, menghapus, dan mengatur jenis narkotika menjadi empat golongan.
International Narcotics Control Board ditugaskan untuk mengendalikan produksi obat, perdagangan internasional, dan dispensasi. Badan PBB yang mengurusi kejahatan narkoba (UNODC) bertugas melakukan pemantauan rutin untuk memonitor setiap negara dan bekerja sama dengan otoritas nasional untuk memastikan kepatuhan seluruh negara-negara di dunia pada Konvensi Tunggal. Perjanjian ini telah dilakukan sejak dilengkapinya Konvensi Psikotropika, yang mengontrol LSD, Ecstasy, dan obat-obatan psikoaktif lain, serta Konvensi PBB untuk melawan perdagangan gelap narkotika dan Psikotropika, yang mana memperkuat ketentuan terhadap pencucian uang dari perdagangan gelap narkotika.
Sejarah
United Nations Single Convention on Narcotic Drugs 1961 ditandatangani pada tanggal 30 Maret 1961. Sebanyak 73 negara hadir pada konferensi yang berlangsung di New York dari tanggal 24 Januari sampai dengan 25 Maret 1961. Single Convention 1961 bertujuan untuk meletakkan dasar yang kuat dalam upaya pengendalian peredaran narkotika. Tujuan utama lainnya yaitu untuk menggantikan beberapa perjanjian multilateral yang ada di lapangan dengan instrumen tunggal serta untuk mengurangi jumlah organ perjanjian internasional yang berkaitan dengan pengendalian obat-obatan narkotika. Konvensi ini juga membuat ketentuan untuk kontrol produksi bahan baku obat narkotika. Konvensi Tunggal mulai berlaku pada tanggal 13 Desember 1964, setelah memenuhi persyaratan dari empat puluh ratifikasi negara.
Dengan tujuan yang luhur akan kepedulian terhadap kesehatan dan kesejahteraan umat manusia, prinsip perjanjian ini bermaksud untuk membatasi penggunaan obat secara eksklusif hanya untuk tujuan medis dan ilmiah.
Pada isi pembukaan konfensi tertulis:
“addiction to narcotic drugs constitutes a serious evil for the individual and is fraught with social and economic danger to mankind.”
“Kecanduan obat-obatan narkotika merupakan kejahatan serius bagi individu dan berbahaya bagi kehidupan sosial ekonomi umat manusia.”
Pada saat yang sama, Konvensi juga mengakui bahwa:
“that the medical use of narcotic drugs continues to be indispensable for the relief of pain and suffering and that adequate provision must be made to ensure the availability of narcotic drugs for such purposes”.
“Penggunaan medis obat-obatan narkotika diperlukan untuk menghilangkan rasa sakit dan penderitaan dan bahwa ketentuan yang memadai harus dilakukan untuk memastikan ketersediaan obat-obatan narkotika untuk tujuan tersebut”.
Walaupun Konvensi Tunggal 1961 cenderung ditafsirkan sebagai bagian dari perjanjian yang bersifat kontinum, Konvensi Tunggal harus dilihat sebagai perubahan yang signifikan dari cara pandang masyarakat internasional terhadap pengendalian obat-obatan.
Akan tetapi pada akhirnya, Konvensi Tunggal yang tadinya berambisi menjadi satu-satunya konvensi terakhir yang akan mengakhiri konvensi-konvensi sebelumnya telah gagal dengan dikeluarkannya Control Substance Act 1970 dan konvensi 1988 sehingga menimbulkan inkonsistensi baru terhadap perjanjian sistem pengawasan narkotika global.
Controlled Substances Act 1970
Controlled Substances Act (CSA) adalah kebijakan federal yang mengatur pengendalian obat-obatan yang mencakup produksi, impor, kepemilikan, penggunaan dan distribusi zat tertentu. Undang-undang ini merupakan bagian dari pelaksanaan undang-undang nasional sesuai dengan aturan yang ada pada Single Convention on Narcotic Drugs 1961. CSA disahkan menjadi UU oleh kongres Amerika Serikat sebagai bagian dariComprehensive Drug Abuse Prevention and Control Act of 1970.
Undang-undang ini mengatur beberapa jenis zat tertentu kedalam lima golongan dengan berbagai kualifikasi. Dua lembaga federal, Drug Enforcement Administration dan Food and Drug Administration memiliki kewenangan untuk menentukan zat mana yang akan ditambahkan atau dihapus dari penggolongan.
Pada tahun 1969 Presiden Richard Nixon mengumumkan bahwa Jaksa Agung John N. Mitchell telah mempersiapkan aturan baru yang komprehensif untuk dapat lebih efektif dalam menangani permasalahan narkotika di tingkat federal dengan menggabungkan semua undang-undang federal yang ada menjadi undang-undang tersendiri. CSA tidak hanya menggabungkan UU federal yang sudah ada tapi juga merubah sifat dari kebijakan UU federal dan memperluas ruang lingkup UU federal dan memperluas kekuasaan polisi federal.
Bagian F dari Comprehensive Drug Abuse Prevention and Control Act of 1970 menetapkan National Commission on Marijuana and Drug Abuse yang sekarang dikenal dengan nama Shafer Commission (diambil dari nama ketuanya, Raymond P. Shafer) untuk melakukan studi tentang penyalahgunaan ganja di Amerika Serikat. Selama ia mempresentasikan laporan pertamanya kepada Kongres, Shafer merekomendasikan dekriminalisasi ganja untuk kepemilikan dalam jumlah kecil, ia mengatakan, “Hukum pidana terlalu keras jika diterapkan pada orang yang memiliki ganja hanya untuk penggunaan pribadi, bahkan dalam rangka pencegahan pun terlalu berat. Potensi kerugian yang terjadi akibat dari penggunaan narkotika tidak cukup besar untuk membenarkan hukum pidana kepada pengguna pribadi”.
Rufus King (ahli hukum dan politisi) mencatat bahwa taktik ini mirip dengan yang digunakan oleh Harry Anslinger ketika ia melakukan konsolidasi perjanjian anti-narkoba sebelumnya ke dalam Single Convention 1961 dan mengambil kesempatan untuk menambahkan ketentuan baru yang mungkin sudah tidak populer bagi masyarakat internasional. Menurut David T. Courtwright, “Undang-Undang ini adalah bagian dari paket reformasi yang meliputi banyak hal dan dirancang untuk merasionalisasi dan meliberalisasi kebijakan narkotika Amerika.” (Courtwright mencatat bahwa Undang-Undang tersebut berubah, tetapi semangatnya bukan libertarian, melainkanrepressionistic ke titik tirani.) UU ini menghilangkan kalimat “menjatuhkan hukuman minimum..” dan menghilangkan dukungan untuk pengobatan dan penelitian. Rufus King mencatat bahwa klausul rehabilitasi ditambahkan sebagai kompromi pada Senator Hughes, yang lebih menyukai pendekatan moderat. Rancangan undang-undang (RUU) yang diperkenalkan oleh Senator Dirksen berjumlah 91 halaman. Sementara RUU tersebut sedang disusun, Uniform Controlled Substances Act disahkan oleh legislatif negara yang pada waktu itu sedang dirancang oleh Departemen Kehakiman yang mana dalam kalimatnya erat mencerminkan Controlled Substances Act.
Sejak ditetapkan pada tahun 1970, Controlled Substances Act telah di amandemen beberapa kali:
Penegakan otoritas
Proses untuk menambah, menghapus, atau mengubah penggolongan obat-obatan atau bahan lainnya dapat dilakukan oleh Drug Enforcement Administration (DEA), Department of Health and Human Services (HHS), atau dengan petisi dari setiap pihak yang berkepentingan, termasuk produsen obat, masyarakat medis atau asosiasi, asosiasi farmasi, kelompok kepentingan publik yang menaruh perhatian terhadap penyalahgunaan narkoba, badan pemerintah pusat atau negara bagian, atau warga negara perseorangan. Ketika permohonan diterima oleh DEA, investigasi bisa segera dilakukan.
DEA juga dapat melakukan investigasi terhadap obat-obatan setiap saat berdasarkan informasi yang diterima dari laboratorium, dari badan penegak hukum pusat dan negara bagian atau sumber informasi lain.
Setelah DEA mengumpulkan data yang diperlukan, wakil administrator DEA meminta rekomendasi ilmiah dan evaluasi medis dari HHS mengenai obat atau bahan lainnya yang harus dikendalikan atau dihapus. Permintaan ini dikirim ke Asisten Menteri Kesehatan HHS. Kemudian HHS meminta informasi dari Commissioner of the Food and Drug Administration dan evaluasi dan rekomendasi dari National Institute on Drug Abuse serta dari komunitas ilmiah dan medis pada umumnya. Asisten Sekretaris, dengan menggunakan otoritasnya, mengumpulkan informasi dan mengirimkannya kembali ke DEA hasil evaluasi medis dan ilmiah mengenai obat atau zat lainnya, untuk kemudian mengeluarkan rekomendasi terhadap suatu zat atau obat-obatan mana yang harus dikontrol atau pada golongan apa zat tersebut seharusnya ditempatkan.
Evaluasi medis dan ilmiah mengikat DEA sehubungan dengan hal-hal ilmiah dan medis. Rekomendasi tentang penggolongan narkotika mengikat hanya sebatas bahwa jika HHS merekomendasikan bahwa zat tersebut tidak dapat dikendalikan.
Setelah DEA menerima evaluasi ilmiah dan medis dari HHS, Administrator DEA akan mengevaluasi semua data yang tersedia untuk kemudian membuat keputusan akhir apakah akan mengusulkan obat atau zat tertentu untuk dikendalikan atau pada golongan apa zat tersebut seharusnya ditempatkan.
Dalam kondisi tertentu, pemerintah dimungkinkan melakukan penggolongan sementara zat atau obat tanpa mengikuti prosedur normal, misalnya ketika perjanjian internasional memerlukan kontrol terhadap zat tertentu. Selain itu, 21 U.S.C. § 811 (h) memungkinkan Jaksa Agung menempatkan suatu zat ke dalam golongan (I) dengan alasan dalam kondisi darurat untuk menghindari bahaya demi keselamatan publik. Pemberitahuan tiga puluh hari sebelumnya diperlukan sebelum perintah dapat menerapkannya dan ini berakhir setelah satu tahun. Periode dapat diperpanjang enam bulan jika proses pembuatan peraturan penggolongan secara permanen sedang berlangsung. Dalam situasi seperti ini, ketika proses sudah selesai, penggolongan sementara secara otomatis tidak berlaku lagi. Tidak seperti proses penggolongan biasa, penggolongan sementara seperti ini tidak tunduk pada judicial review.
CSA juga menciptakan sistem distribusi tertutup bagi mereka yang memiliki kewenangan menangani zat-zat yang dikendalikan. Landasan dari sistem ini adalah pendaftaran yang disetujui oleh DEA bagi semua pihak yang berkewenangan menangani zat-zat yang dikendalikan tersebut. Semua individu dan perusahaan yang terdaftar diwajibkan untuk menjaga ketersediaan obat-obatan yang lengkap dan akurat dan semua catatan transaksi yang melibatkan zat-zat yang dikendalikan serta keamanan untuk penyimpanan zat yang dikendalikan.
Undang-undang ini mengatur beberapa jenis zat tertentu kedalam lima golongan dengan berbagai kualifikasi. Dua lembaga federal, Drug Enforcement Administration dan Food and Drug Administration memiliki kewenangan untuk menentukan zat mana yang akan ditambahkan atau dihapus dari penggolongan.
Pada tahun 1969 Presiden Richard Nixon mengumumkan bahwa Jaksa Agung John N. Mitchell telah mempersiapkan aturan baru yang komprehensif untuk dapat lebih efektif dalam menangani permasalahan narkotika di tingkat federal dengan menggabungkan semua undang-undang federal yang ada menjadi undang-undang tersendiri. CSA tidak hanya menggabungkan UU federal yang sudah ada tapi juga merubah sifat dari kebijakan UU federal dan memperluas ruang lingkup UU federal dan memperluas kekuasaan polisi federal.
Bagian F dari Comprehensive Drug Abuse Prevention and Control Act of 1970 menetapkan National Commission on Marijuana and Drug Abuse yang sekarang dikenal dengan nama Shafer Commission (diambil dari nama ketuanya, Raymond P. Shafer) untuk melakukan studi tentang penyalahgunaan ganja di Amerika Serikat. Selama ia mempresentasikan laporan pertamanya kepada Kongres, Shafer merekomendasikan dekriminalisasi ganja untuk kepemilikan dalam jumlah kecil, ia mengatakan, “Hukum pidana terlalu keras jika diterapkan pada orang yang memiliki ganja hanya untuk penggunaan pribadi, bahkan dalam rangka pencegahan pun terlalu berat. Potensi kerugian yang terjadi akibat dari penggunaan narkotika tidak cukup besar untuk membenarkan hukum pidana kepada pengguna pribadi”.
Rufus King (ahli hukum dan politisi) mencatat bahwa taktik ini mirip dengan yang digunakan oleh Harry Anslinger ketika ia melakukan konsolidasi perjanjian anti-narkoba sebelumnya ke dalam Single Convention 1961 dan mengambil kesempatan untuk menambahkan ketentuan baru yang mungkin sudah tidak populer bagi masyarakat internasional. Menurut David T. Courtwright, “Undang-Undang ini adalah bagian dari paket reformasi yang meliputi banyak hal dan dirancang untuk merasionalisasi dan meliberalisasi kebijakan narkotika Amerika.” (Courtwright mencatat bahwa Undang-Undang tersebut berubah, tetapi semangatnya bukan libertarian, melainkanrepressionistic ke titik tirani.) UU ini menghilangkan kalimat “menjatuhkan hukuman minimum..” dan menghilangkan dukungan untuk pengobatan dan penelitian. Rufus King mencatat bahwa klausul rehabilitasi ditambahkan sebagai kompromi pada Senator Hughes, yang lebih menyukai pendekatan moderat. Rancangan undang-undang (RUU) yang diperkenalkan oleh Senator Dirksen berjumlah 91 halaman. Sementara RUU tersebut sedang disusun, Uniform Controlled Substances Act disahkan oleh legislatif negara yang pada waktu itu sedang dirancang oleh Departemen Kehakiman yang mana dalam kalimatnya erat mencerminkan Controlled Substances Act.
Sejak ditetapkan pada tahun 1970, Controlled Substances Act telah di amandemen beberapa kali:
Penegakan otoritas
Proses untuk menambah, menghapus, atau mengubah penggolongan obat-obatan atau bahan lainnya dapat dilakukan oleh Drug Enforcement Administration (DEA), Department of Health and Human Services (HHS), atau dengan petisi dari setiap pihak yang berkepentingan, termasuk produsen obat, masyarakat medis atau asosiasi, asosiasi farmasi, kelompok kepentingan publik yang menaruh perhatian terhadap penyalahgunaan narkoba, badan pemerintah pusat atau negara bagian, atau warga negara perseorangan. Ketika permohonan diterima oleh DEA, investigasi bisa segera dilakukan.
DEA juga dapat melakukan investigasi terhadap obat-obatan setiap saat berdasarkan informasi yang diterima dari laboratorium, dari badan penegak hukum pusat dan negara bagian atau sumber informasi lain.
Setelah DEA mengumpulkan data yang diperlukan, wakil administrator DEA meminta rekomendasi ilmiah dan evaluasi medis dari HHS mengenai obat atau bahan lainnya yang harus dikendalikan atau dihapus. Permintaan ini dikirim ke Asisten Menteri Kesehatan HHS. Kemudian HHS meminta informasi dari Commissioner of the Food and Drug Administration dan evaluasi dan rekomendasi dari National Institute on Drug Abuse serta dari komunitas ilmiah dan medis pada umumnya. Asisten Sekretaris, dengan menggunakan otoritasnya, mengumpulkan informasi dan mengirimkannya kembali ke DEA hasil evaluasi medis dan ilmiah mengenai obat atau zat lainnya, untuk kemudian mengeluarkan rekomendasi terhadap suatu zat atau obat-obatan mana yang harus dikontrol atau pada golongan apa zat tersebut seharusnya ditempatkan.
Evaluasi medis dan ilmiah mengikat DEA sehubungan dengan hal-hal ilmiah dan medis. Rekomendasi tentang penggolongan narkotika mengikat hanya sebatas bahwa jika HHS merekomendasikan bahwa zat tersebut tidak dapat dikendalikan.
Setelah DEA menerima evaluasi ilmiah dan medis dari HHS, Administrator DEA akan mengevaluasi semua data yang tersedia untuk kemudian membuat keputusan akhir apakah akan mengusulkan obat atau zat tertentu untuk dikendalikan atau pada golongan apa zat tersebut seharusnya ditempatkan.
Dalam kondisi tertentu, pemerintah dimungkinkan melakukan penggolongan sementara zat atau obat tanpa mengikuti prosedur normal, misalnya ketika perjanjian internasional memerlukan kontrol terhadap zat tertentu. Selain itu, 21 U.S.C. § 811 (h) memungkinkan Jaksa Agung menempatkan suatu zat ke dalam golongan (I) dengan alasan dalam kondisi darurat untuk menghindari bahaya demi keselamatan publik. Pemberitahuan tiga puluh hari sebelumnya diperlukan sebelum perintah dapat menerapkannya dan ini berakhir setelah satu tahun. Periode dapat diperpanjang enam bulan jika proses pembuatan peraturan penggolongan secara permanen sedang berlangsung. Dalam situasi seperti ini, ketika proses sudah selesai, penggolongan sementara secara otomatis tidak berlaku lagi. Tidak seperti proses penggolongan biasa, penggolongan sementara seperti ini tidak tunduk pada judicial review.
CSA juga menciptakan sistem distribusi tertutup bagi mereka yang memiliki kewenangan menangani zat-zat yang dikendalikan. Landasan dari sistem ini adalah pendaftaran yang disetujui oleh DEA bagi semua pihak yang berkewenangan menangani zat-zat yang dikendalikan tersebut. Semua individu dan perusahaan yang terdaftar diwajibkan untuk menjaga ketersediaan obat-obatan yang lengkap dan akurat dan semua catatan transaksi yang melibatkan zat-zat yang dikendalikan serta keamanan untuk penyimpanan zat yang dikendalikan.
UU Narkotika
LGN memfokuskan diri dalam melihat UU No 35 tahun 2009, 2 fokus tersebut adalah nuansa yang terkandung dalam UU dan penggolongan ganja sebagai narkotika golongan 1.
“Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika telah memberikan harapan baru bagi bangsa ini untuk terus memerangi peredaran dan penyalahgunaan narkoba” (Jurnal BNN, 2009). “Selama UU ini masih berlaku, kita semua para pengedar dan pemakai ganja akan selalu dihantui beratnya hukuman yang diberikan pemerintah terhadap kita. Mereka telah menyatakan perang terhadap pengedar dan pemakai narkoba. Pertanyaan mendasar muncul, apakah UU tersebut merupakan cara yang tepat untuk memerangi peredaran narkoba? dan mengapa pemakai narkoba harus diperangi? Pendekatan ini telah lama dipakai oleh bangsa kita, namun belum menunjukkan hasil yang optimal. Buktinya, angka pemakaian narkoba terus bertambah dari tahun ke tahun, dan tidak jarang kita mendengar berita mengenai peredaran gelap narkoba.
“Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “Narkotika Golongan 1″ adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan” (UU No.35 pasal 6 ayat 1 tahun 2009).Kenyataan menunjukan bahwa ganja adalah Narkotika Golongan 1 walaupun tidak didukung oleh data ilmiah. Di sinilah AKAR PERMASALAHAN mengapa ganja dinilai sebagai sesuatu yang buruk terbentuk. oleh karena itu LGN muncul sebagai ujung tombak pergerakan dalam membuat perubahan dalam hal ini; mengeluarkan ganja dari narkotika golongan 1.
LGN memfokuskan diri dalam melihat UU No 35 tahun 2009, 2 fokus tersebut adalah nuansa yang terkandung dalam UU dan penggolongan ganja sebagai narkotika golongan 1.
“Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika telah memberikan harapan baru bagi bangsa ini untuk terus memerangi peredaran dan penyalahgunaan narkoba” (Jurnal BNN, 2009). “Selama UU ini masih berlaku, kita semua para pengedar dan pemakai ganja akan selalu dihantui beratnya hukuman yang diberikan pemerintah terhadap kita. Mereka telah menyatakan perang terhadap pengedar dan pemakai narkoba. Pertanyaan mendasar muncul, apakah UU tersebut merupakan cara yang tepat untuk memerangi peredaran narkoba? dan mengapa pemakai narkoba harus diperangi? Pendekatan ini telah lama dipakai oleh bangsa kita, namun belum menunjukkan hasil yang optimal. Buktinya, angka pemakaian narkoba terus bertambah dari tahun ke tahun, dan tidak jarang kita mendengar berita mengenai peredaran gelap narkoba.
“Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “Narkotika Golongan 1″ adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan” (UU No.35 pasal 6 ayat 1 tahun 2009).Kenyataan menunjukan bahwa ganja adalah Narkotika Golongan 1 walaupun tidak didukung oleh data ilmiah. Di sinilah AKAR PERMASALAHAN mengapa ganja dinilai sebagai sesuatu yang buruk terbentuk. oleh karena itu LGN muncul sebagai ujung tombak pergerakan dalam membuat perubahan dalam hal ini; mengeluarkan ganja dari narkotika golongan 1.
Surat Edaran Mahkamah Agung
Surat Edaran ini dikeluarkan untuk mengatur siapa saja yang dapat dikategorikan sebagai individu pecandu dan memerlukan rehabilitasi. Sudah sewajarnya masyarakat mengetahui hal ini karena SEMA adalah peraturan untuk kalian semua
Ganja Bukan Narkotika
Marijuana (ganja) bukanlah narkotika. Walaupun undang-undang menyebutnya sebagai narkotik, ganja berbeda secara farmakologis dengan keluarga dan turunan opium dan narkotik sintetis. (Wolstenholme, 1965; Watt, 1965; Garattini, 1965; 1 Crim 5351 Calif. District Court of Appeal, 1st Appel. Dist.)
Marijuana (ganja) tidak menyebabkan kecanduan. Pemakaiannya tidak memunculkan ketergantungan fisik. (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Allentuck & Bowman, 1942; Freedman & Rockmore, 1946; Fort, 1965a, 1965b; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943; Indian Hemp-Drug Commission, 1894; Watt, 1965; I Crim 5351 Calif. District Court of Appeal, 1st Appel. Dist.; United Nations, 1964a, 1964b)
Pada persentasi kecil individu, sebuah “ketergantungan psikologis” dapat terbentuk, namun predisposisi harus ada terlebih dahulu. Dalam makalahnya, “Ketergantungan dari Jenis Hashish,” Watt (1965,p.65) menyimpulkan : Kebiasaan ini sifatnya sosial dan mudah ditinggalkan. Kerusakan kepribadian dan gangguan psikotik yang pernah atau sedang berjalan adalah faktor-faktor penting yang mendasari terbentuknya kebiasaan mencandu.
Marijuana (ganja) tidak berbahaya bagi kesehatan. Bahkan bila digunakan dalam jangka waktu yang lama, ia tidak tampak menyebakan gangguan fisik atau psikologis. (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Freedman & Rockmore, 1946; Fort, 1965a, 1965b; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943; Indian Hemp-Drug Commission, 1894; Becker, 1963)
Marijuana (ganja) tidak cenderung melepaskan “perilaku agresif.” Sebaliknya, penggunaannya menghambat perlaku agresif; ia bertindak sebagai “penenang.” (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Fort, 1965a, 1965b; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943; Garattini, 1965)
Ganja tidak “menggiring” atau “mendorong” pada penggunaan obat-obatan adiktif. “Sembilan puluh delapan (98) persen dari pemakai heroin memulai dengan merokok tembakau dan minuman keras terlebih dahulu” (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Fort, 1965a, 1965b; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943; Garattini, 1965)
Marijuana (ganja) berasal dari tanaman Indian Hemp, yang sebelumnya pernah dibudidayakan secara formal dimana-mana di Amerika Serikat untuk membuat tali, dan masih tumbuh liar di banyak daerah. Hingga beberapa tahun yang lalu ia adalah bahan utama dalam pakan unggas komersil. Daun dan pucuk-pucuknya yang berbunga memberikan cannabis (dikenal umum di belahan dunia barat sebagai marijuana, rumput atau pot); getah dan serbuk sarinya, dimana zat aktif terkonsentrasi paling tinggi, sebagai sumber dari “hashish.” (Wolstenholme, 1965)
Efek dari merokok mariyuana (ganja) dideskripsikan sebagai berikut: “euforia, berkurangnya rasa lelah, dan pelepasan ketegangan… juga dapat meningkatkan nafsu makan, mendistorsi perspektif waktu, meningkatkan kepercayaan diri, dan, seperti alkohol, dapat melemaskan beberapa hambatan.” (Fort, 1965) Meningkatnya kesadaran terhadap warna dan kecantikan estetis, produksi dari asosiasi mental yang baru dan kaya juga merupakan efek yang sering dilaporkan. Beberapa pengguna menyebutkan bahwa pengalaman mengkonsumsi mariyuana (ganja) adalah “psikedelik”: dapat menimbulkan peningkatan kesadaran, atau dalam perubahan kesadaran-meluas dalam perspektif, ide mengenai diri sendiri, kehidupan, dll. Marijuana (ganja) bagaimanapun tidak seperti LSD – sebuah psikedelik yang kuat. Dimana LSD secara drastis merubah pikiran dan perspektif, seringkali “memaksa” pemakainya untuk merasakan kesadaran yang meningkat., marijuana memberikan “sugesti” atau menunjukkan jalan kepada kesadarn yang lebih dalam secara moderat. Pemakainya bebas untuk mengikuti potensi ini atau tidak ketika mereka muncul. (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Fort, 1965a, 1965b ; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Goldstein, 1966; Becker, 1963; De Ropp, 1957; Indian Hemp-Drug Commission, 1894)
Merokok ganja tidak menimbulkan bahaya sosial. Empat penelitian resmi yang terpisah telah dilakukan terhadap pertanyaan ini, sebagai bagian dari penelitian yang lebih besar: Komite Walikota kota New York pada 1944; komite departemen kesehatan dari Angkatan Bersenjata Amerika Serikat; komite Angkatan Bersenjata U.S. lain yang berminat terhadap pertanyaan pengaruhnya pada disiplin; dan sebuah penelitian sangat mendalam yang diselenggarakan oleh Pemerintah Inggris untuk meneliti pengaruhnya di India dimana disana pemakaiannya sangat menyebar luas seperti halnya alkohol disini. Semua penelitian ini sampai pada kesimpulan yang sama: mariyuana (ganja) tidak merusak baik pemakainya maupun masyarakat, dan karena ini seharusnya tidak dilarang. Tekanan ekonomi dan politik mencegah otoritas di New York untuk menjalankan rekomendasi komite Walikota – tekanan terbesar berasal dari Harry J. Anslinger, Komisi Narkotik Amerika sebelumnya. (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943 ; Indian Hemp-Drug Commission, 1894)
Berangkat dari dasar bahwa marijuana (ganja) adalah lebih aman dan lebih bermanfaat dari tembakau atau alkohol (dimana keduanya beracun pada fisik, dan keduanya juga adiktif), dan tidak ada dasar untuk melegalkan kedua zat berbahaya ini sementara melarang satu yang justru tidak berbahaya, banyak dari kejaksaan yang sedang menentang hukum saat ini. Pada susunan kata dari penjelasan hukumnya: “Para penuntut menyatakan bahwa klasifikasi mariyuana (ganja) pada bagian narkotik Seksi 1101 (d) pada Kode Kesehatan dan Keselamatan dan juga hukum yang melarang mariyuana (ganja) berdasarkan pada klasifikasi yang subyektif dan tidak mempunyai alasan serta tidak memiliki hubungan dengan kesehatan publik, keamanan, kesejahteraan dan moral… Klasifikasi dari mariyuana (ganja) sebagai narkotik adalah inkonstitusi dan melanggar klausul Amandemen ke-8 akan larangan terhadap hukuman yang luar biasa dan kejam, dan juga melanggar hak dasar yang merupakan klausul dari Amandemen ke-14 dari Konstitusi Amerika Serikat.” (1 Crim 5351 Calif. District Court of Appeal, First Appel. Dist., pp. 61-62 and Appendix 1, p. 6)
Banyak kelompok “ahli” seperti WHO Expert Committee on Addiction Producing Drugs cenderung telah mempertahankan misinformasi tentang ganja karena kurangnya data (Harry J. Anslinger adalah juru bicara selama bertahun-tahun di PBB), dan adanya keengganan konservatif terhadap “pelunakan” atau mengganti kebijakan sebelumnya. Dalam beberapa tahun terakhir, bagaimanapun, WHO (Badan Kesehatan Dunia) telah mengubah pandangannya secara progresif terhadap marijuana (ganja). Pada tahun 1964, Komite Ahli mengusulkan revisi definisi dari jenis-jenis ketergantungan obat, yang kemudian diadopsi secara bertahap. Definisi baru dari “jenis kecanduan ganja” adalah sebagai berikut: “(1) keinginan (atau kebutuhan) akan pemakaian berulang dari obat dengan catatan karena efek subyektifnya, termasuk perasaan akan peningkatan kemampuan; (2) sedikit atau tidak ada kecenderungan untuk meningkatkan dosis, karena sedikit atau tidak ada peningkatan toleransi; (3) ketergantungan psikis dari efek obat ini tergantung pada apresiasi subyektif dan individual dari efek tersebut; (4) ketiadaan akan ketergantungan fisik sehingga tidak terdapat ciri-ciri gejala putus zat yang definitif ketika pemakaian obat dihentikan.” (United Nations, 1964b)
Komite ini sebenarnya mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mempertahankan mariyuana (ganja) dalam daftarnya: Definisi dari ketergantungan jenis mariyuana dapat dengan mudah memenuhi definisi dari “menyukai” (sebagai contoh., kecenderungan alamiah untuk mengulangi pengalaman yang menyenangkan, memuaskan dan tidak berbahaya). Ketergantungan yang sebenarnya akan ganja sangatlah jarang, dan tergantung dari permasalahan psikologis sebelumnya-dan bahkan ini tidak “mencandu.” [See above, p. 333] (Watt, 1965; United Nations, 1964b)
Ganja digunakan dalam berbagai cara di berbagai daerah di dunia. Ia dihisap atau dimakan dalam berbagai bentuk untuk menimbulkan kenikmatan dan efek-efek subyektif lainnya dan untuk peningkatan yang disengaja (atau distorsi) dari persepsi dan performa. Ini sebagian besar mungkin tergolong penyalahgunaan dan diasosiasikan dengan tingkat ketergantungan psikis yang lebih rendah. Tidak ada bukti bahwa ganja dapat menyebabkan ketergantungan fisik. (World Health Organization, Technical Report Series No. 287, “Evaluation of Dependence-Producing Drugs, Report of a WHO Scientific Group”; Hal. 22)
Beberapa penelitian telah menunjukkan efek terapeutik dari cannabinoid untuk nausea dan muntah-muntah pada tahap akhir penyakit-penyakit seperti kanker dan AIDS. Dronabinol (tetrahydrocannabinol) telah tersedia melalui resep selama lebih dari satu dekade di Amerika Serikat. Kegunaan terapeutik lain dari cannabinoid telah ditunjukkan oleh penelitian yang terkontrol, termasuk pengobatan terhadap astma dan glaukoma, sebagai antidepresan, perangsang nafsu makan, antikonvulsan dan anti-spasmodik, penelitian dalam bidang ini harus dilanjutkan. Sebagai contoh, lebih banyak penelitian dasar pada mekanisme periferal dan pusat dari cannabinoid pada fungsi pencernaan dapat meningkatkan kemampuannya utuk menghilangkan nausea dan emesis. Riset yang lebih banyak dibutuhkan pada dasar neurofarmakologi dari THC dan cannabinoid lainnya sehingga agen terapeutik yang lebih baik dapat ditemukan.
Ada 2 Hal yang muncul dari laporan komite ahli WHO tahun 1964 di Jenewa maupun dari situs resmi WHO sendiri, ganja ternyata tidak menyebabkan kecanduan fisik, dan ternyata punya manfaat medis… 2-2 nya bertentangan dengan UU Narkotika no.35 tahun 2009 yang memasukkan ganja sebagai narkotika kelas 1 (mencandu secara fisik) dan tidak punya manfaat medis sama sekali.